dalihan na tolu



ASAL USUL DALIHAN NATOLU



          Legenda Putri Nai Manggale                  Diceritakan  kembali oleh:DrsKemal Martinus Sihite

Di sebuah kampung  ada seorang  yang bernama Raja Panggana yang terkenal pandai memahat dan mengukir . Untuk biaya hidupnya, Raja Panggana sering memenuhi permintaan penduduk untuk memahat patung atau mengukir rumah. Walaupun sudah banyak negeri yang dilaluinya dan banyak sudah patung dan ukiran yang dikerjakan, namun ia merasa  masih ada yang kurang  tentang pahatannya atau ukirannya.
Untuk menghilangkan kegelisahannya, ia pergi mengasingkan diri pada satu tempat yang sunyi. Di dalam perjalanan di padang belantara yang penuh dengan alang-alang ia sangat tertarik pada sebatang pohon tunggal yang terdapat pada padang belantara tersebut. Melihat sebatang pohon tunggal itu Raja Panggana tertegun.










 Diperhatikannya dahan, ranting dan daunnya, seperti ada yang menarik dirinya untuk memahat pohon tersebut. Dalam angan Raja Panggana, ia melihat pohon itu seperti putri menari. Kemudian  dikeluarkan alat-alatnya, ia mulai bekerja memahat pohon itu menjadi patung seorang putri yang sedang menari. Ia sangat senang, dan baru sekarang ini ia merasa puas. Dan  sebagai seorang seniman ia baru pernah mengagumi hasil kerjanya yang begitu cantik dan mempesona , seolah-olah dunia ini telah menjadi miliknya ,semakin dipandangnya hasil kerjanya, semakin terasa pada dirinya suatu keagungan.
Pada pandangan yang demikian mempesona, ia seperti melihat patung putri itu mengajaknya untuk menari bersama. Ia menari bersama patung dipadang belantara yang sunyi tiada orang. Demikianlah kerja Raja Panggana hari demi hari  menari bersama patung putri yang diciptakannya dari sebatang kayu. Raja Panggana merasa senang dan bahagia bersama patung putri. Tetapi apa hendak dikata, persediaan makanan Raja Panggana semakin habis. Kemudian  dia berpikir “Apakah gunanya saya tetap bersama patung ini kalau tidak makan ? biarlah saya menari sepuas hatiku dengan patung ini untuk terakhir kali
. Demikian Raja Panggana dengan penuh haru meninggalkan patung itu. dipadang rumput yang sunyi sepi tiada berkawan. Raja Panggana sudah menganggap patung putri itu sebagian dari hidupnya.











Berselang beberapa hari kemudian, seorang pedagang kain dan hiasan berlalu dari tempat itu. Baoa Partigatiga demikian nama pedagang itu tertegun melihat kecantikan dan gerak sikap tari patung putri itu. Alangkah cantiknya si patung ini apabila saya beri berpakaian dan perhiasan. Baoa Partigatiga membuka kain dagangannya. Dipilihnya pakaian dan perhiasan yang cantik dan dipakaikannya kepada patung sepuas hatinya. Ia semakin terharu pada Baoa Partigatiga belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik itu. dipandanginya patung tadi seolah-olah ia melihat patung itu mengajaknya menari.
Menarilah Baoa Partigatiga mengelilingi patung sepuas hatinya. Setelah puas menari ia berusaha membawa patung itu pulang , tetapi tidak dapat, karena hari sudah makin gelap, ia berpikir kalau patung ini tidak kubawa biarlah pakaian dan perhiasan ini kutanggalkan. Tetapi apa yang terjadi, pakaian dan perhiasan tidak dapat ditanggalkan Baoa Partigatiga. Makin dicoba kain dan perhiasan makin ketat melekat pada patung. Baoa Partigatiga berpikir, biarlah demikian. Untuk kepuasan hatiku baiklah aku menari sepuas hatiku untuk terakhir kali dengan patung ini. Iapun menari dengan sepuas hatinya. Ditinggalkannya patung itu dengan penuh haru ditempat yang sunyi dan sepi dipadang rumput tiada berkawam.
Entah apa yang mendorong, entah siapa yang menyuruh seorang dukun perkasa yang tiada bandingannya di negeri itu berlalu dari padang rumput tempat patung. Datu Partawar demikian nama dukun. Dia terpesona melihat patung di putri. Alangkah indahnya patung ini apabila bernyawa. Sudah banyak negeri kujalani, belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik ini.
 Datu Partawar berpikir mungkin ini suatu takdir. Banyak sudah orang yang kuobati dan sembuh dari penyakit. Itu semua dapat kulakukan berkat Yang Maha Kuasa.Banyak cobaan pada diriku diperjalanan malahan segala aji-aji orang dapat dilumpuhkan bukan karena aku, tetapi karena ia Yang Maha Agung yang memberikan tawar ini kepadaku. Tidak salah kiranya apabila saya menyembah Dia Yang Maha Agung dengan tawar yang diberikannya padaku, agar berhasil membuat patung ini bernyawa.
Dengan tekad yang  tulus dan suci, Datu Partawar menyembah menengadah keatas dengan mantra,  kemudian meminta pertolongan Yang Maha Kuasa,  lalu menyapukan tawar yang ada pada tangannya kepada patung. Tiba-tiba halilintar berbunyi menerpa patung. Sekitar patung diselimuti embun putih penuh cahaya.
Waktu embun putih berangsur hilang nampaklah seorang putri jelita datang bersujud menyembah Datu Partawar. Datu Partawar menarik tangan putri, mencium keningnya lalu berkata : mulai saat ini kau kuberi nama Putri Naimanggale. Kemudian Datu Partawar mengajak Putri Naimanggale pulang kerumahnya…….
Konon kata cerita kecantikan Putri Naimanggale tersiar ke seluruh negeri. Para perjaka menghias diri lalu bertandang ke rumah Putri Naimanggale. Banyak sudah pemuda yang datang tetapi belum ada yang berkenan pada hati Putri Naimanggale.
Berita kecantikan Putri Naimanggale sampai pula ke telinga Raja Panggana dan Baoa Partigatiga. Alangkah terkejutnya Raja Panggana setelah melihat Putri Naimanggale, teringat akan sebatang kayu yang dipahat menjadi patung manusia, karena wajah patung  yang di pahat persis sama dengan wajah Putri Naimanggale. 
Demikian pula Baoa Partigatiga sangat heran melihat kain dan hiasan yang dipakai Putri Naimanggale adalah pakaian yang dikenakannya kepada patung  perempuan  di padang rumput. Ia mendekati Putri Naimanggale dan meminta pakaian dan hiasan itu dikembalikan, tetapi tidak dapat karena tetap melekat di Badan Putri Naimanggale. Karena pakaian dan hiasan itu tidak dapat terbuka lalu Baoa Partigatiga berkata,
“Putri Naimanggale adalah milik saya”
Raja Panggana menolak  dan  berkata  ,
”Putri Naimanggale adalah milik saya karena saya   yang memahatnya dari sebatang kayu”
Saat itu pula muncullah Datu Partawar dan tetap berpendapat bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya dan berkata.
” Apalah arti patung dan kain kalau tidak bernyawa. Sayalah yang membuat nyawanya maka ia berada di dalam kehidupan.
“ Apapun kata kalian itu tidak akan terjadi apabila saya sendiri tidak memahat patung itu dari sebatang kayu. Baoa Partigatiga tertarik memberikan pakaian dan perhiasan karena pohon kayu itu telah menjadi patung yang sangat cantik. Jadi Putri Naimanggale adalah milik saya” kata Raja Panggana.
Baoa Partigatiga balik protes dan berkata.
”Datu Partawar tidak akan berhasrat membuat patung itu bernyawa jika patung itu tidak kuhias dengan pakaian dan hiasan. Dan aku hanya meminta kembalikan baju  dan perhiasan yang dipakai . Karena hiasan itu tetap melekat pada tubuh patung maka Raja Partawar memberi nyawa padanya”
Kemudian  Datu Partawar mengancam, dan berkata,
”Apalah arti patung hiasan jika tidak ada nyawanya ? karena sayalah yang membuat nyawanya, maka tepatlah saya menjadi pemilik Putri Naimanggale. Apabila tidak, maka Putri Naimanggale akan kukembalikan kepada keadaan semula.”
 Raja Panggana berpendapat lebih baiklah Putri Naimanggale kembali kepada keadaan semula jika tidak menjadi miliknya. Bila kembali ke keadaan semula ia masih dapat melihat patung itu siang dan malam.
 Dan Partigatiga berpendapat lebih baiklah Putri Naimanggale kembali kepada keadaan semula, agar kain ,perhiasan yang dipakai  masih dapat kembali .
Demikianlah pertengkaran mereka bertiga semakin tidak ada keputusan. Karena sudah kecapekan mereka ingin  pulang ke tempat masing-masing  sambil memikirkan apa yang dapat mereka perbuat untuk mendapatkan Putri Naimanggale.
Datu Partawar merasa akan kehilangan sesuatu yang sangat berarti dalam hidupnya jika Putri Naimanggale kembali jadi patung ,  lalu menyodorkan satu usul agar masalah ini diselesaikan dengan hati tenang didalam musyawarah.
 Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mulai tertarik  mendengar kata-kata Datu Partawar. Lalu Datu Partawar berkata ,
”Marilah kita menyelesaikan masalah ini dengan hati tenang didalam musyawarah dan musyawarah. kita pergunakan untuk mendapatkan kata sepakat. Apabila kita saling menuntut akan Putri Naimanggale sebagai milik masing-masing, kerugianlah akibatnya karena kita saling berkelahi dan Putri Naimanggale akan kembali kepada keadaannya semula yaitu patung yang diberikan hiasan. Apakah didalam tuntutan, kita juga  memikirkan kepentingan Putri Naimanggale? Kita harus sadar, kita boleh menuntut tetapi jangan menghilangkan harga diri dan pribadi Putri Naimanggale.Tuntutan kita harus kita dasarkan demi kepetingan Putri Naimanggale bukan demi kepentingan kita. Putri Naimanggale saat sekarang ini bukan patung lagi , tetapi sudah menjadi manusia yang bernyawa yang kita tuntut menjadi milik kita sendiri. Tuntutan kita bertiga memang pantas, tetapi marilah masing-masing tuntutan  itu kita samakan demi kepentingan Putri Naimanggale.
Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mengangguk-angguk tanda setuju dan bertanya ,
”Apakah keputusan kita Datu Partawar ?”
Datu Partawar menjawab,
“Putri Naimanggale adalah milik kita bersama. Mana mungkin, bagaimana kita membaginya. Maksud saya bukan demikian, bukan untuk dibagi sahut Datu Partawar. Demi kepentingan Putri Naimanggale marilah kita tanyakan pendiriannya”.
Kemudian mereka bertiga menanyakan pendirian Putri Naimanggale.
Dengan mata berkaca-kaca karena keharuan dan kegembiraan Putri Naimanggale berkata :
 “Saya sangat gembira hari ini, karena kalian bertiga telah bersama-sama menanyakan pendirian saya. Saya sangat menghormati dan menyayangi kalian bertiga, hormat dan kasih sayang yang sama, tiada lebih tiada kurang . saya merasakan bagaimana tulusnya  Raja Panggana memahat pohon di hutan tanpa ada kawan menjadikan sebuah patung, demikian juga Baoa Partiga-tiga memberikan saya kain dan perhiasan yang bagus dan mahal  agar saya terlihat indah , dan juga Raja Partawar memberi saya nyawa padahal masih banyak patung yang dapat diberikan nyawa,jadi  Saya menjadi tiada arti apabila kalian cekcok dan saya akan sangat berharga apabila kalian damai”.
Mendengar kata-kata Putri Naimanggale itu mereka bertiga tersentak dari lamunan keakuannya masing-masing, dan memandang satu sama lain. Datu Partawar berdiri lalu berkata :
”Demi kepentingan Putri Naimanggale dan kita bertiga kita tetapkan keputusan  sebagai berikut:
a. Karena Raja Panggana yang memahat sebatang kayu menjadi patung, maka pantaslah ia menjadi Ayah dari Putri Naimanggale. SUHUT
b. Karena Baoa Partigatiga yang memberi pakaian dan hiasan kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Amangboru dari Putri Naimanggale. BORU
c. Karena Datu Partawar yang memberikan nyawa dan  Naimanggale. HULA-HULA
Mereka bertiga setuju akan keputusan itu dan mereka juga membuat perjanjian, padan atau perjanjian yang isinya:
Pertama, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale ,Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar akan menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dan mungkin terjadi dengan jalan musyawarah.
Kedua, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale dan turunannya kelak, Putri Naimanggale dan turunannya harus mematuhi setiap keputusan dari Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar.
Demikian legenda PUTRI NAI MANGGALE yang menggambarkan  asal muasal DALIHAN NA TOLU didalam kekerabatan Batak. Dari cerita tersebut, bahwa hakikatnya adalah musyawarah untuk menyelesaikan masalah demi kebaikan orang yang dikasihi
Baoa Partigatiga yang menjadi amangboru Putri Naimanggale Nan Sindak Panaluan meminang langsung Putri Naimanggale untuk menjadi isteri  anaknya yang bernama Guru Hatimbulan dan atas persetujuan mereka, Guru Hatimbulan  dan Putri Naimanggale Nan Sindak Panaluan pun menikah dan mereka mengadakan pesta ritual untuk pernikahan ini.

            Dan mereka tinggal di desa Sidogor-dogor.
Selanjutnya .......................................................................................................
Tunggal panaluan




















      

Komentar