Dikisahkan, perjalanan etnis Batak dimulai dari seorang raja yang bernama Siraja Batak , yang turun di Pusuk Buhit dan mempunyai dua orang putra yaitu Putra
sulung diberi nama Guru Tatea Bulan dan kedua diberi nama Raja Isumbaon. Guru
Tatea Bulan mempunyai isteri yang bernama Si Boru Baso
Bolon , dan mempunyai keturunan 5 orang
putra dan 5 orang putri,
Putra (sesuai urutan):
1. Raja Uti (atau sering disebut
Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan
2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu)
3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).
4. Sagala Raja (keturunannya Sagala)
5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)
Putri
1. Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi
Roro Kidul)
2. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona)
3. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon
4. Sinta Haumasan
5. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).
Ketika Sibaso Bolon hendak melahirkan Raja Uti, terjadi kejadian
yang aneh, berkicaulah burung Patiaraja
di dahan Pohon Beringin Tumburjati, beterbangan pula hulis-hulis, petir
bergelegar, tiba waktunya, lahirlah seorang anak laki-laki tetapi ada
kekurangan, karena kaki dan tangannya pendek bahkan hampir tak kelihatan.
Maka Sibaso Bolonpun menangis melihat anaknya itu,
tetapi dia dihibur Guru Tateabulan, dan mengatakan bahwa Mulajadi Nabolon sudah
terlebih dahulu memberitahu hal itu kepadanya, sejak dia membuat parit
perlindungan kampung.
Merekapun membesarkan anak itu, dia cepat besar dan
berbicara, tetapi nggak bisa duduk, dia hanya tidur-tiduran seperti miok-miok,
itulah sebabnya dia disebut Siraja Miok-miok, yang lain menyebutnya Siraja
Gumeleng-geleng.Setelah Siraja Miok-miok besar, dia minta kepada Ibunya Sibaso Bolon
supaya dia diantar ke gunung Pusuk Buhit,
agar dapat martonggo (berkomunikasi) dengan Mulajadi Nabolon.
Maka Si Raja Uti diletakkan Ibunya di bawah pohon
Piu-piu Tanggule,dengan harapan jika buahnya jatuh, ada buat makanannya. Dia juga
diberi Pungga haomasan, supaya ada yang dijilat apabila dia lapar. Di tempat
itulah Siraja Miok-miok martonggo ke Mulajadi
Nabolon agar berkenan melengkapi keadaan tubuhnya.
Mulajadi Nabolon pun meluluskan permintaannya, tangan
dan kakinya pun makin panjang, tetapi tumbuh juga ekornya seperti ekor bajonggir
dan ada pula kulit tipis penyambung ruas tangan dan kakinya seperti sayap
kelelawar.
Siraja Miok-miok kemudian martonggo, mengapa dia
bernasib seperti itu, dulu ada kekurangannya, tetapi sekarang jadi lebih.
Mulajadi Nabolon menjelaskan bahwa tubuhnya harus seperti itu supaya dia tidak
bisa bergaul dengan manusia, karena dia akan jadi Malim yang dapat meneruskan
permintaan manusia kepada Mulajadi Nabolon dan menyampaikan pesan Mulajadi
Nabolon kepada manusia. Itulah sebabnya dia digelar Raja Hatorusan atau Raja
Uti.
Putri tertua Guru Tate Bulan adalah Biding Laut, dia
memiliki kecantikan melebihi adik perempuan lainnya. Dia juga memiliki watak
yang ramah dan santun kepada orangtuanya. Karena itu, anak ini yang paling
disayangi kedua orangtuanya. Dan juga adalah kembaran dari Gumellenggelleng
alias Biakbiak alias Raja Uti. Jadi sewaktu Raja Uti masih bersama mereka
,Biding Laut selalu dekat dengannya.
Setelah Guru Tatea Bulan dan
istrerinya meninggal, maka sebagai anak yang paling sulung yaitu Raja Uti, yang
harus bertanggungjawab atas adik –adiknya, namun karena Raja Uti sudah terlebih dahulu bertapa ke
Pusuk Buhit, maka tanggung keluarga harus dipikul oleh Saribu Raja,akan tetapi
para adiknya tidak berterima dan berniat membunuhnya.
Untuk menghindari pertumpahan darah
dalam keluarga tersebut, Saribu Rajapun meminta pada kakaknya Biding Laut untuk mengayomi adik-adiknya. Kemudian Sariburaja mernanggil dan berkata kepada kakak
perempuannya Biding Laut, katanya;
“Kakak adalah anak yang paling sulung dari keturunan
orang tua kita, oleh karena itu saya mohon agar kakak menjaga dan membina
adik-adik kita semuanya. Saya Sariburaja adikmu yang seharusnya menerima
tanggung jawab tersebut. Namun aku gagal dan akan pergi meninggalkan tempat
ini, karena adik kita Limbong Mulana dan Sagala Raja akan membunuh saya. Kakak
tidak perlu mencariku! permintaanku agar
kakak menjaga , mengayomi dan memelihara keutuhan nama besar keluarga kita.”
Biding Laut terdiam, air matanya
menetes membasahi pipinya. Lalu dia berkata;
“Adikku Sariburaja kemanakah gerangan kau akan
pergi ? Kau adalah adikku juga dan sudah seharusnya menjagamu dari segala
marabahaya. Apalagi yang bermaksud akan membunuhmu adalah adik-adik kita juga!”
Saribu Raja
hanya diam ,dan pergi.
Setelah
Sariburaja dan Siboru Pareme sudah tidak bersama mereka lagi, Siboru biding
Laut merasa bersalah karena merasa tak mampu berbuat agar keluarga tetap
bersatu. Ia memutuskan untuk mencari adiknya
.
Siboru Biding
laut pergi ke arah barat untuk
memastikan bahwa Sariburaja masih hidup. Perjalanan dalam pencarian dilakukan siang dan malam
menempuh hujan dan terik matahari ke-arah barat sesuai petunjuk adiknya itu.
Akhirnya
tibalah di sebuah desa di tepi pantai, kemudian menjumpai seorang nelayan sambil menanyakan kepada nelayan itu, apakah dia
pernah melihat orang asing ada tinggal disekitar desa itu.
Siboru
Biding Laut tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan dari orang-orang yang
ditanyainya. Perjalanannya menyusuri pantai barat Sumatera itu dilaluinya penuh
dengan tantangan alam. Angin kencang yang datang dari samudra Hindia dibawah
terik matahari pantai ,membuat tubuhnya lemah lunglai karena kekeringan
mengalami dehidrasi. Langkahnya yang gontai mengarahkannya untuk beristirahat
sejenak di atas sebuah bangkai kayu yang sudah lapuk dihempaskan oleh ombak
lautan.
Siboru
Biding Laut duduk sambil mengarahkan pandangan ke lautan bebas dan bertopang dagu sambil
mengira-ngira di mana kira-kira adiknya Sariburaja. Mata yang sebenarnya
memandang kosong ke lautan bebas tiba-tiba terpaku kepada sebuah pulau kecil,
lalu dia meyakinkan dirinya bahwa adiknya itu kemungkinan besar berada dipulau
itu untuk bersembunyi.
Siboru
Biding Laut , lalu menumpang sebuah perahu nelayan dan meminta agar dia
dihantarkan ke pulau itu sambil menanyakan nama pulau tersebut, nelayan itu menjawab bahwa pulau itu namanya
Pulau Mursala. Ada keheranan dibenak nelayan itu, karena pulau tersebut diketahuinya
tidak berpenghuni. Keingintahuannya mengarahkan hatinya untuk bertanya;
“Untuk apa ito pergi ke pulau itu?” tanyanya
menyelidik;
“Aku sedang mencari adikku Sariburaja yang
pergi dan hilang entah kemana, apakah ito pernah dengar seseorang yang bernama
Sariburaja.” Jawab Sibiding laut Kemudian nelayan itu menjawab,
“Sepertinya tidak pernah terlihat orang asing
bernama Sariburaja disekitar sisi, tapi mungkin saja dia bersembunyi di pulau itu”
Setiba di
Pulau Mursala, Siboru Biding Laut menyusuri setiap sudut pulau itu namun dia
tidak menemukan siapa-siapa di pulau itu. Keletihannya membuat dia mengantuk
dan tertidur. Dia tidak menyadari bahwa tak seorangpun ada di pulau itu
sementara nelayan yang menghantarkannya sudah kembali pulang.
Sementara
itu seorang pemuda yang sudah beberapa lama memperhatikan Siboru Biding Laut
sewaktu mondar mandir sambil menangis seperti mencari sesuatu. Pemuda itupun
mengikuti jejak Siboru Biding Laut yang dihantar
oleh nelayan ke pulau Mursala untuk
mencari tahu apa gerangan yang dicari oleh gadis cantik di pulau yang tak
berpenghuni, dia menganggapnya merupakan
hal yang tak lazim dilakukan oleh seorang wanita.
Pemuda itu
menemukan Siboru Biding Laut sedang tertidur pulas. Dia mencoba untuk
membangunkannya dengan maksud untuk menawarkan membawanya kembali ke pantai.
Siboru Biding Laut terbangun dan melihat seorang pemuda berdiri dihadapannya.
“Ito, mari saya hantar kembali ke pantai,
karena tak baik seorang gadis cantik tinggal sendirian di pulau yang tak
berpenghuni ini”
demikian kata pemuda itu
meyakinkannya. Siboru Biding Laut mengikuti ajakan pemuda itu sambil berucap,
“Terimakasih ito”
jawabnya singkat, tetapi dalam
hatinya berkata,
“Baik nian
anak muda ini”.
Sambil
berjalan menuju pantai pulau itu dimana sampannya ditambat, pemuda itu berkata,
“Saya sebenarnya sudah lama memperhatikan ito
sewaktu di daratan, dan melihat ito berwajah sedih dan menangis, makanya saya
tertarik mengikuti perjalanan ito.”
Demikian
kata pemuda itu mulai menyampaikan maksudnya. Siboru Biding Laut hanya berdiam
tidak membalas, karena pikirannya hanya tertuju kepada adiknya Sariburaja yang
belum ditemukannya. Lalu pemuda itu mulai menggodanya sambil bertanya,
“Mengapa
secantik ito terlihat bersedih dan menangis? Apa ada yang menyakiti ito?”
tanyanya menyelidik.
“Aku sedang mencari adikku yang tak tahu ke mana
rimbanya,” demikian jawaban Siboru Biding Laut singkat.
“Mengapa ito mau mencari orang yang tak tau
dimana rimbanya, bagaimana kalau ito tinggal bersama saya saja dan saya
persunting menjadi istri saya?” demikian kata pemuda itu menyampaikan
maksudnya.
Mendengar
maksud pemuda itu, Siboru Biding Laut tersinggung dan berkata,
“Saya
mengira ito orang baik-baik ternyata tidak, sebaiknya ito pergi saja dari sini
dan biarkan saya tinggal disini, aku tak perlu bantuanmu, dan jangan ikut
campur urusanku,” katanya dengan sinis.
Sambil menghentikan langkah, walaupun
tersinggung, pemuda itu masih mencoba menjelaskan maksudnya, lalu berkata,
“Ito
jangan marah dulu, saya mengatakan apa adanya bahwa saya memang terpesona
melihat kecantikan ito sehingga sepertinya aku sudah jatuh cinta pada ito,
makanya aku memberanikan diri untuk mengajak ito kawin dengan saya” katanya
meyakinkan.
Karena
Siboru Biding Laut memang sedang gundah- gulana mencari adiknya , sehingga
rayuan si pemuda itu tidak mempan dan bahkan hatinya menjadi marah dan membalas
perkataan pemuda itu dengan ketus dan sikap marah,
“Sekali
lagi saya ingatkan supaya ito pergi saja dari sini, aku tak perlu bantuanmu,”
katanya dengan tegas.
Jawaban-jawaban
Siboru Biding Laut membuat pemuda itu tersinggung. Dia belum pernah mendapat
sambutan yang sinis atas niatnya yang baik. Dengan rasa malu dia melangkahkan
kakinya menuju sampannya dan mengayuhnya menjauhi pulau Mursala. Sesampai di
desanya, pemuda itu menyampaikan kepada pemuda-pemuda bahwa Siboru Biding Laut
menentang kesaktian dengan mereka. Mendengar pengaduan tersebut, para pemuda di
desa itu menjadi marah dan malam itu juga mereka berangkat ke Pulau Mursala
untuk menjawab tantangan yang diceritakan pemuda itu.
Sesampai di
Pulau Mursala, para pemuda itu langsung menjumpai Siboru Biding Laut dan
mengeroyoknya. Siboru Biding Laut diikat dan pakaiannya ditanggalkan, lalu
masing-masing memperkosanya bergantian hingga tak sadarkan diri. Tidak hanya itu,
dalam keadaan pingsan setelah pelampiasan nafsunya, mereka membuang tubuh
Siboru Biding Laut ke laut dari tebing
curam bebatuan di pulau itu.
Karena
terombang ambing ombak lautan hindia yang ganas itu, Siboru Biding Laut segera
sadarkan diri dan dengan bersusah payah berusaha menepi dari laut. Tubuhnya
sekarat terhempas bebatuan karang laut dan dengan suara yang hampir tak
kedengaran, dia memanggil-manggil nama ayah dan ibunya yang sudah almarhum itu.
Dia juga memanggil-manggil nama abangnya Raja Uti yang telah menjadi pertapa
sakti, namun tak ada jawaban sampai dia merasa sudah tak bertenaga lagi menuju
kematiannya. Perlahan dengan sisi tenaganya
ia berusaha menggapai sebuah perahu yang tak bertuan dan berhasil naik
ke perahu tersebut.
Karena
tenaganya tidak ada lagi akhirnya ia terbawa hempasan ombak menuju tengah
lautan. Yang terakhir terngiang dipikirannya adalah mencari adiknya Sariburaja ke manapun dan di manapun sampai akhir hayat.
Gelombang ombak
Samudra Hindia mengombang-ambingkan tubuh Siboru Biding Laut ke mana arus ombak
menghantarkannya. Akhirnya dia terdampar di pantai suatu daerah yang tidak
diketahui di mana dia sedang berada.
Keberadaan
di sebuah daerah yang asing , mengarahkannya untuk bertanya kepada orang yang
dijumpai. Orang-orang setempat juga telah melihat adanya orang asing berada di
daerah mereka. Lalu mereka bertanya kepada Siboru Biding Laut,
“Neng ini siapa dan darimana asalmu?”.
“Saya
dari laut selatan dan sedang mencari adik saya yang hilang,”
Demikian
jawabnya karena dia memang terombang-ambing dan terdampar di lautan sebelah
selatan khatulistiwa. Kemudian dia bertanya kepada masyarakat setempat.
“A..ak, apa nama daerah ini? Apa pernah
melihat orang asing bernama Sariburaja di daerah ini?” tanyanya dengan lugu.
“Ini daerah
Pelabuhan Ratu namanya, neng. Tetapi kami tak pernah melihat orang asing yang
neng sebutkan!” demikian kata masyarakat setempat.
Lalu Siboru Biding Laut melanjutkan langkahnya
menyusuri pantai dan hutan-hutan sekitar tempat itu untuk mencari Sariburaja.
Tekad sudah bulat harus menemukan adiknya itu.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu,
bulan berganti bulan namun Sariburja tidak juga ditemukannya. Kehilangan
Sariburaja memang bagai ditelan bumi saja baginya. Kemudian dia melangkahkan kakinya ke arah timur, dan terhenti setelah
melihat dari kejauhan sebuah kawasan datar yang indah. Dia berhenti sejenak
untuk melepaskan lelahnya. Dalam hatinya berkata, “di ‘andaran’ sana pasti ada
penghuninya, saya harus ke sana untuk mencari adikku, mungkin dia ada disana.”
Demikian pikirnya. (Adaran dalam bahasa Batak adalah suatu kawasan datar yang
terlihat dari jauh).
Setelah
lelahnya hilang, Siboru Biding Laut melanjutkan pencarian ke kawasan yang
disebutnya andaran itu. Tekat yang demikian kuat meyakinkan dirinya untuk melangkah
pasti menuju tujuan. Tibalah dia dikawasan yang disebutnya andaran itu, ternyata kawasan pantai indah di selatan Pulau
Jawa. Masyarakat setempat sibuk dengan kegiatannya masing-masing sebagai
nelayan.
Siboru
Biding Laut lalu istirahat sambil duduk disebongkah batu yang ada di pantai
itu. Dia menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan yang begitu indah. Sambil duduk terpaku dengan pikiran kosong
tanpa disadari ,dia sudah duduk di sana
dalam waktu yang cukup lama, dan
menghanyalkan cara mencari adiknya
Kemudian seseorang
yang sudah sejak lama memperhatikan keberadaannya, datang menghampiri Siboru
Biding Laut. Langkah-langkah kaki yang datang tidak lagi didengar karena
pikiran yang berkecamuk dan tertuju kepada bayangan berjumpa dengan adiknya
dalam pencarian itu, Tiba-tiba satu sentuhan jari di pundak, mengusik kesadarannya dan suara yang menyapa,
diapun menolehkan wajahnya ke arah belakang dan melihat sesosok tubuh berwibawa
telah ada di sampingnya.
“Neng,
sedang apa disini?” demikian singkat suara yang bertanya itu.
Lalu Siboru Biding Laut menjelaskan,
“Saya dari
laut selatan datang ke andaran sini untuk mencari adik saya yang hilang, apa
mungkin tuan ada melihat orang asing yang berkeliaran disini, mungkin dia
adalah adik saya,“demikian penjelasannya.
“Siapa
namanya neng?” orang berwibawa itu
menanyakan kembali.
“Saya tak ingat nama lagi tuan, tetapi nama
adik saya adalah Sariburaja,” kemudian dia menjelaskan bagaimana dia dapat
sampai di daerah itu.Lelaki yang menyapanya itu ternyata penguasa daerah
andaran itu. Dia adalah orang sesaktian yang menjadi raja penguasa.
Atas
pengaduan masyarakat setempat tentang
Siboru Biding Laut sebagai orang asing yang berkeliaran sudah seharusnya
mendapat hukuman karena tidak melaporkan kehadirannya di daerah kekuasaan raja
itu.
Karena
mendengar cerita Siboru Biding Laut maka timbul rasa iba bagi raja penguasa
itu. Dia memanggil suruhannya untuk membawa Siboru Biding Laut ke istanan dan
diperlengkapi dengan pakaian yang baru sebagai ganti pakaiannya yang sudah
compang-camping . Sang raja menganggap bahwa Siboru Biding Laut pastilah
seorang sakti sehingga dapat selamat di keganasan alam baik lautan maupun
hutan.
Selesai
bersalin yang diperlengkapi oleh suruhan raja, maka raja itu menempatkan Siboru
Biding Laut sebagai budak pesuruh di istana itu. Bagi Siboru Biding Laut hal
itu adalah keberuntungan. karena dia berkeyakinan akan mendapat informasi
tentang adiknya suatu saat. Dia masih bersyukur bahwa masih ada orang yang
memperdulikannya walaupun hanya sebagai budak. Dia sempat berpikir bahwa di
tanah leluhurnya, dia adalah boru ni raja (putri raja) karena bagi orang Batak
tidak memberlakukan perbudakan apabila tidak sedang menjalani hukuman. Bagi
Siboru Biding Laut di tempatkan sebagai budak adalah ganti dari hukuman karena
dia memang orang yang ada di daerah kekuasaan orang tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu.
Sansakti adalah nama raja yang memungutnya sebagai
budak di istana raja. Sansakti memang raja yang disegani, ditakuti dan menjadi
panutan bagi masyarakatnya. Tak seorangpun berani melakukan pemberontakan
karena Sansakti memang memiliki kesaktian yang sangat tinggi tanpa ada
tandingan di kawasan itu.
Kerja baik
dan tekun yang dilakukan oleh Siboru biding laut menjadikan dia sebagai budak
yang disenangi disamping rupanya yang cantik. Tak terasa waktu berjalan sedemikian
lama ,tetapi pencariannya kepada adiknya Sariburaja terus dilakukan melalui temannya budak apabila sedang keluar
istana.
Perilaku
baik menjadi perhatian dari raja Sansakti. Siboru Biding Laut sudah dianggap
menjadi dayang-dayang. Para budak lainnya sudah silih berganti menerima hukuman,
tetapi Siboru Biding Laut belum pernah ,
dan tetap mengabdi dengan sepenuh hati.
Melihat kepatuhan dan baik budi dari Siboru
Biding Laut maka dia dipercaya sebagai kepala rumah tangga di istana itu.
Kepadanyapun diajarkan ilmu-ilmu pengetahuan termasuk kesaktian agar mampu
mengepalai istana. Hati Siboru Biding Laut menjadi betah dan senang tinggal di
istana.
Tak sadar
perjalanan waktu sudah panjang dijalaninya. Duapuluh tahun tak terasa bahwa dia
menjadi penghuni daerah yang disebutnya sebagai Pangandaran. Ilmu pengetahuan
dan kesaktian sudah banyak yang diterima dari raja Sansakti. Dia sudah matang
menjadi seorang wanita yang mandiri dan memiliki prinsip hidup walaupun dia
hidup dan berada nun jauh dari kampung halamannya. Tekad yang sudah terkandung
di dalam hatinya masih tetap tertancap mendalam di hati sanubarinya, namun
situasi kadang tidak berpihak kepadanya.
Di suatu
hari, Sansakti ingin menularkan ilmu kesaktian yang paling dia rahasiakan.
Saatnya sudah tiba untuk menurunkannya kepada Siboru Biding Laut yang dia
sayangi. Sansakti berkata;
“Aku akan mengajarkanmu ilmu kesaktian agar
kau tidak merasa terhina terhadap orang-orang di sekitarmu dan aku tahu bahwa
kau masih terusik akan kehilangan adikmu. Bila memang masih menguat dihatimu
untuk mencari adikmu yang hilang maka ilmu yang kuajarkan akan berguna bagimu
kelak.”
Siboru
Biding Laut bersujud dihadapan Sansakti dan mengucapkan terimakasih melalui
senyuman dibibirnya yang cantik itu. Para hulubalang kerajaan tentu merasa iri
mengetahui bahwa ilmu kesaktian mereka kalah tinggi dibanding Siboru Biding
Laut, namun Siboru Biding laut menjelaskan kepada mereka bahwa
yang terpenting baginya bukanlah ilmu kesaktian yang tinggi. dia dapat betah di
kerajaan itu sudah merupakan sesuatu yang menyenangkan. Oleh karena itu para
hulubalang tidak lagi merasa tersaingi dan Siboru Biding Laut menjadi tidak
terusik kesirikan para hulubalang.
Kedekatan
Siboru Biding Laut dengan Sansakti tidak lagi seperti biasanya. Pelayanan yang
selama ini diberikan Siboru Biding Laut bukan lagi sebatas orang tua dan anak
yang diangkat melainkan kebutuhan asmara. Hubungan intim berlanjut sekian lama sehingga tiba saatnya
bagi Siboru Biding Laut memberitahukannya kepada Sansakti bahwa dia sedang
mengandung anak Sansakti dari hasil hubungan
mereka selama ini.
Sansakti
merasa bahagia bahwa dia akan memiliki anak dari muridnya yang dia sayangi itu,
maka dia menitahkan untuk membuat pengumuman dari kerajaan bahwa Siboru Biding
Laut menjadi istri yang sedang mengandung anaknya. Harkat Siboru Biding Laut terangkat di kalangan istana. Selain daripada
Sansakti maka dialah yang memegang kendali tertinggi di kerajaan.
Tiba
waktunya bahwa Siboru Biding Laut akan melahirkan, dan lahirlah seorang putri
cantik yang kemudian diberi nama Blorong. Waktu berjalan begitu sempurnah bagi
Siboru Biding Laut. Dengan memiliki seorang anak dari Sansakti maka posisinya
sudah menjadi permaisuri dengan sebutan nyai atau nyi, namun dia tidak terusik kepada penggelaran seorang wanita di
tanah leluhurnya bahwa dia memang mendapat sebutan anak ni raja (putri raja),
jadi penggelaran ini pada dasarnya bukanlah sesuatu yang hebat menurutnya,
malah menjadi timbul niat dihatinya untuk berbuat yang lebih baik, agar dapat
mensejahterakan rakyat kerajaan di Pangandaran itu.
Niatan
itupun mulai dilaksanakan, seiring anaknya Blorong sudah bertumbuh semakin
besar. Saat itu raja Sansakti sedang termenung, entah apa yang sedang
dipikirkannya. Suasana itu terlihat oleh Siboru Biding Laut dan iapun
menghampirinya dan berbisik ditelinganya,
“Guru, apa gerangan yang sedang dipikirkan?”
“Saya hanya
memikirkan kerajaan ini agar tetap langgeng dikemudian hari semasa saya sudah
tua nanti,” demikian kata Sansakti.
“Janganlah terlalu dipikirkan guru,karena
semua kegiatan kerajaan sudah berjalan dengan baik, dan putrimu Blorong sudah
semakin besar dan tumbuh menjadi anak
manis. Dia akan menjadi ratu nantinya yang akan kita pinangkan dengan pangeran
dari kerajaan lain,”
Demikian
dijelaskan Siboru Biding Laut untuk
menenangkan hati Sansakti. Kemudian Siboru Biding Laut merebahkan kepala
Sansakti di pangkuannya sambil mengelus-elus . Terlihat suasana bahagia di raut
wajah Sansakti hingga dia tertidur pulas.
Dalam
suasana yang demikian senyap, Siboru Biding Laut ikut tertidur. Tanpa sepengetahuan mereka
ternyata sudah ada pemberontak yang
menyusup ke istana untuk menyingkirkannya, dengan tidak mengalami
kesulitan pemberontak berhasil mencabut
nyawa Sansakti, melihat suaminya sudah meninggal, Si boru Biding Lautpun memberi perlawanan . .namun
tak berhasil, kemudian dia berlari menuju pantai selatan , dan Siboru Biding lautpun terjebak ke jurang yang sangat terjal dan ombak yang
sangat kuat.
Dari tepi
jurang yang terjal Siboru Biding laut berseru
“ Ingatlah
saya akan kembali untuk balas perbuatan kalian”
Kemudian
Siboru Biding Laut melompat ke jurang terjal.
Setelah
beberapa lama kemudian kerajan
Pangandaran sudah aman , dan masyarakat sudah dapat melakukan
aktivitasnya baik sebagai petani maupun nelayan dengan rasa aman ,namun
sebagian para nelayan sering terganggu
oleh ombak yang sangat kuat datang tiba-tiba, dan mereka sering
melihat seorang wanita berwajah cantik dan menawan muncul dipermukaan laut pantai selatan naik
kereta kencana.
Lalu
masyarakat menyatakan wanita tersebut sebagai Ratu Pantai Selatan
dengan sebutan nama Nyi Roro Kidul. Kemudian putri satu-satunya memang menjadi
seorang yang disebut Nyi Blorong ..
Penulis bekerja
sebagai guru di SMP Negeri 4 Tebing Tinggi ,
dan peduli tentang
kebudayaan Batak
hors\ m di hit
Komentar
Posting Komentar