TAO SIPINGGAN DAN TAO SILOSUNG
Diceritakan kembali oleh
: Drs.Kemal Martinus Sihite
Pada zaman dahulu di daerah Silaban, Kecamatan Lintong Ni
Huta Kabupaten Humbahas sekarang , hiduplah sepasang suami istri yang mempunyai dua orang anak laki-laki,yang
bernama Datu Dalu yang kerjanya berburu , Datu Sangmaima lebih tertarik bertani
dan pengobatan. Ayah mereka adalah seorang ahli
pengobatan dan jago silat. Sang ayah ingin kedua anaknya mewarisi
keahlihan yang dimilikinya.Oleh karena itu
ia sangat tekun mengajari mereka cara meramu obat dan bermain silat
sejak kecil, sehingga kedua anak
tersebut tumbuh menjadi pemuda yang
gagah ,pandai meramu obat dan pandai bermain silat.
Pada
Suatu hari ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan untuk
obat-obatan,tapi hingga hari sudah senja kedua otang tuanya belum kembali,
akhirnya Datu Dalu dan Datu Sangmaima memutuskan untuk mencari orangtuanya ke
hutan. Sesampainya di hutan mereka terkejut , karena kedua orang tuanya sudah
meninggal diterkam harimau.
Dengan
sekuat tenaga kedua abang beradik menggotong orang tuanya ke kampung, Usai
pemakaman ,mereka hendak berbagi harta warisan, namun yang di tinggalkan
hanyalah sebuah tombak pusaka, menurut adat yang berlaku di daerah itu ,
apabila orang tua meninggal, maka tombak pusaka jatuh ke tangan anak yang
paling besar.
Sepeninggalan
orangtunya , mereka menempuh jalan hidup masing-masing dan tinggal tidak serumah lagi.Datu Dalu tinggal
di Lobutala dan Sangmaima tinggal di Lobu Sipingga.Datu Dalu, kerjanya setiap
hari hanya berburu, sedangkan Datu Sangmaima mempunyai ladang dan kebun yang rindang, namun setiap
saat selalu dirusak babi utan.
Sudah
sering Datu Sangmaima berburu babi hutan dan sudah banyak yang dibunuhnya,
tetapi babi hutan tersebut masih sering
merusak kebun dan ladangnya. Lalu ia teringat akan tombak sakti yang diwariskan
orangtuanya ,yang masih disimpan kakaknya. lalu menjumpainya dan berkata
“Bang
, pinjamkanlah tombak sakti warisan orang tua kita,aku ingin berburu babi hutan
,sebab tiap mau panen ladang dan kebun saya selalu dirusak babi hutan”
“Ngak
apa-apa ,yang penting kau kembalikan
kembali setelah siap berburu” jawab Datu Dalu,lalu masuk ke kamar untuk
mengambil tombak pusaka dan memberikan
kepada Datu Sangmaima adiknya.
Datu
Sangmaima membawa tombak pusaka tersebut,dan mulai berburu ,dengan cara
mengintip babi hutan di kebunnya. Satu saat ketika babi hutan datang lagi
merusak kebun yang disebut porlak, Sahangmaima menghujamkan tombak ke arah babi
hutan.
“
Duuggg”
Tombak itu tepat mengenai lambung babi hutan, Datu Sangmaimapun senang ,di
kiranya babi hutan itu roboh ,namun
ternyata babi hutan masuk ke semak-semak
.
“
Wah celaka “ tombak itu terbawa lari aku harus mengambilnya kembali” guman Datu
Sangmaima cemas. Iapun berlari
mengejarnya , namun sia-sia
Dia hanya menemukan gagang tombak tersebut , sedangkan mata tombak itu
terbawa oleh babi hutan yang terseok-seok lari ke liang yang disebut Banua Toru
(benua bawa)
Karena
agak lama tombak sakti belum juga di kembalikan
Datu Sangmaima . Akhirnya Datu Dalu menagih pedang itu untuk
dikembalikan, dan berkata pada adiknya.
”
Dik mana tombak yang kau pinjam itu? Aku mau berburu”.
Sangmaima
dengan kecut menjawab
”Abang
mata tombak pusaka itu telah tertancap ke lambung binatang
perusak itu,dan sudah kucari tetapi tidak jumpa dengan binatang yang tertusuk
tobak itu. Ngak usah abang kecewa . kalaupun tidak menemukan ujung tomak itu,
aku akan membuat tiruannya yang hampir sama dengan tombak terdahulu.”
Namun
si Datu Dalu tidak mau tahu dan keluarlah ucapannya.
“Nggak bisa begitu, harus asli harus kembali.
Meminjam adalah adat, tetapi jika barang yang dipijam barang yang kembali,
tombak dipinjam tombak kembali,” ujar Datu Dalu.
Sahangmaima
mencoba menjelaskan letak persoalan dan berkata,
“Air
yang kotor di muara dibersihkan di hulu, benang yang kusut harus dirunut. Bukan
saya anggap remeh, pusaka itu sebenarnya lepas karena kurang kencan menyatu
dengan tangkainya, walau demikian, apapun pendapatmu saya akan ikuti. Tetapi
jangan kita bertengkar, kita adalah saudara”
Datu
Dalu bersikeras pedang itu harus ketemu. Sahangmaima sedih, sebab tak mungkin
mata tombak pusaka itu akan ketemu. Lalu ia berpikir bagaimana cara menemukan mata tombak tersebut
sedang hewan yang ditombaknya lari ke Banua Toru
.
Akhirnya mengambil keputusan untuk mencari babi hutan yang ditombaknya .untuk
itu ia mengajak sahabatnya ke hutan mengambil rotan. Lalu, diurutkanlah rotan
tersebut ke Banua Toru.
Di Banua
Toru Sangmaima mampir pada sebuah pondok. Ada sesosok perempuan menumbuk padi
sambil menjaga jemuran padinya , Kemudian, ada ayam lewat dan mengais padinya.dengan cepat perempuan
tadi mengambil sabit dan melempar ayam itu kena .dan leher ayam
itu jadi terpotong.
Pemilik
ayam marah pada perempuan itu dan berkata,
“Eh,
jangan sampai ayamku mati, padimu akan menjadi gantinya, sebab yang hidup
tumbal yang hidup, ayam itu harus kembali,”
.Perempuan
itu sedih mendengar ucapan pemilik ayam. Melihat ini Datu
Sangmaima mendekati perempuan malang itu, lalu bertanya ,
“Ibu,
ada nggak babi hutan lewat wilayah ini kena goresan pedang. Tadi aku menombaknya
di Banua Tonga (benua tengah), tetapi mata tombaknya masih menempel di
dagingnya, kalau Anda melihatnya tolong beritahu ,nanti ibu saya bantu untuk
menghidupkan ayam yang terpotong tadi ”
Lalu si perempuan menjawab,
“Ada perempuan yang luka di rumah ini barusan
dari Banua Tonga. Namun, ia bukan binantang. Tetapi ia orang jahat, rupanya
bisa berubah-ubah untuk merusak ladang orang lain. Mata tombaknya ada di situ”
Mengingat
janji yang diucapkan pada perempuan tadi, Sangmaima lalu mengobati ayam dari
bahan Pagaban-abang, lalu setelah diobati ayam itu langsung hidup. Ia kembalikan pada
yang punya.
Kemampuan
menyembuhkan dari Sangmaima tersebar disemua penjuru Banua Toru hingga
terdengar pada seorang ayah yang anak perempuannya terluka, Lalu ia dipanggil
juga mengobati. Pada saat mengobati ia
melihat mata tombak pusaka itu tertancam
di daging perempuan itu
Ditengah
malam yang penat, ia mengajak perempuan terluka itu ke balik lubang,untuk
diobati , lalu semua ramuan ditetesi ke luka perempuan, sambil darahnya dilap,Sangmaima
membuat tiruan mata tombak yang tertancap
pada tubuh perempuan itu , dengan
maksud agar jangan ada orang lain tahu bahwa Sangmaima fokus pada mata tombak
itu.
Lalu
setelah ujung tombak tertarik, kemudian ia menyimpannya dan
menunjukkan ujung tombak tiruan yang terbuat dari tandiang ke orang ramai dan berkata;
“Wa,
duh, pantas begitu sakit ternyata panjang sekali tombak ini”.
Lalu
pihak keluarga perempuan bersyukur,dan hendak memberi Sangmaima imbalan. Namun,
Sangmaima lebih tahu maksud dari pihak perempuan itu,lalu berlahan dia turun ke
bawa, dibawalah sipu-sipu, lalu ditancapkan keekor babi. Dari situ ia lari ke
halaman. Kemudian ia membuat batang pisang persis manusia. Lalu ikatkan ke pintu gerbang kampung , dan terus berlari lari ke arah rotan
yang menjadi jalannya ke Banua Toru.
Kemudian,
si perempuan yang terluka tadi siuman, dan mencari dukun yang mengobatinya ,namun Sangmaima,
ternyata tidak ada lagi. Lalu ia turun
itu ke bawa, dan melihat ada api di barak-barak rumah, lalu ia mendekatinya,
lalu mengambilnya, untuk penerangan.Tepat di gerbang kampung ia melihat sesosok manusia lalu ditikam sekuat
tenaga dicabut ,kemudian ditikamkan
kembali, ia kira bahwa itu adalah Sangmaima,
karena baru siuman dan lukanya belum sembuh, akhirnya ia kecapaian dan meninggal..
Mengetahui
ini, pihak perempuan mencari
Sangmaima tetapi tidak jumpa, kemudian
mereka mengingat bahwa Sangmaima datang
ke Banua Toru melalui jalan yang terbuat dari rotan, kemudian beberapa orang memanjat
rotan tersebut, mengetahui hal ini Sangmaima memotong rotan jalannya,iapun
selamat dan orang yang memanjat melalui rotan tadi berjatuhan dan tak ada yang
sampai ke Banua Tonga.Karena saking kesalnya pihak dari perempauan melepaskan
tujuh anjing pelacaknya untuk mengejar Sangmaima, namun sayang ia sudah jauh.Namun
seekor anjing sampai juga ke Banua Toga,
anjing itu membawa penyakit ayan dan memuntahkan.
Untuk
mengobati penyakit ayan ini mereka dianjurkan minum darah anjing ,karena
anjing itu sumber penyakit tersebut Itu sebabnya penyakit ayan selalu
disarankan minum darah anjing.
Sesampainya
di kampung Banua Toga, Sangmaima menyerahkan langsung mata pusaka itu ke Datu
Dalu. Namun di hati Sangmaima ada perasaan tidak senang kepada abangnya, karena
ia hampir mati gara-gara ujung tombak tersebut. Datu Dalu sangat gembira ,
karena tombak pusaka peninggalan otangtuanya dapat kembali ke tangannya.
Untuk mensyukuri kembalinya tombak pusaka ,
Datu Dalu mengadakan kenduri. Namun sayangnya dia tidak mengundang adiknya. Hal
ini membuat Datu Sangmaima tersinggung,
sehingga adiknya memutuskan untuk mengadakan kenduri di rumahnya
sendiri, dalam waktu yang bersamaan.Untuk memeriahkan kenduri Datu sangmaima
mengadakan pertunjukan dengan
mendatangkan seorang wanita yang dihiasai dengan berbagai bulu burung sehingga
menyerupai burung Ernga.
Pada
saat pesta berlangsung , banyak orang yang datang ke pesta Datu Sangmaima,
sementara pesta di rumah Datu Dalu sepi. Untuk memikat pengunjung yang datang
Datu Dalu bermaksud meminjamkan pertunjukan
adiknya. Katanya ,
“
Adikku bolehkah aku meminjam pertunjukanmu?”
“
Aku tidak keberatan meminjamkan pertunjukan ini , asal abang dapat menjaga
wanita burung Ernga tidak hilang” Jawab adiknya.
“ Ia aku akan menjaganya dengan baik “ jawab abangnya
Setelah pesta
selesai Datu Sangmaima segera
mengantar wanita burung Ernga ke rumah
abangnya, lalu ia berpura-pura pulang, namun tidak , melainkan menyelinap dan
bersembunyi di langit-langit rumah abangnya .Kemudian secara sembunyi-sembunyi
menjumpai wanita burung Ernga dan
berkata
“ Hai wanita
burung Ernga | Besok pagi-pagi sekali , kau harus pergi dari
sini tanpa sepengetahuan abangku , agar ia mengira
kamu hilang”
“
Baiklah tuanku “ jawab wanita itu.
Ke
esok harinya ,Datu Dalu sangat terkejut , karena wanita itu tidak berada di kamarnya. Ia lemas karena
tidak dapat menjaganya.
“Gawat ! adikku pasti marah bila mengetahui hal ini “ gumannya
Belum
lagi dia mencari , adiknya sudah datang untuk menjemput wanita burung Ernga dan
berkata,
“ Bang ! aku datang untuk membawa pulang wanita
burung Ernga “ dan di mana dia ?”
Lalu
abangnya menjawab”.
“
Maafkan aku , aku lalai dan tidak
menjaganya dengan baik, Karena tiba-tiba saja dia sudah menghilang dari
kamarnya”
Datu
Dalu mencoba memberikan solusi kepada Datu Sangmaima , namun adiknya berkeras
minta wanita burung Ernga harus kembali. Karena tidak ada yang mau mengalah
akhirnya mereka berperang.
Selama tujuh hari tujuh malam, tidak ada yang
kalah. Lalu, Datu Dalu menerbangkan lesung ke kampung Sangmaima. Kemudian, Sangmaimapun
menerbangkan tempayan mirip piring berisi air ke kampung Datu Dalu. Di langit
kedua benda tersebut berbenturan,
kemudian jatuh ke tanah.
Setelah
jatuh ke tanah,lesung yang diterbangkan Datu dalu dan piring yang diterbangkan
Sangmaima berubah menjadi menjadi dua
waduk. Dan waduk itu diberi nama Tao
Sipinggan ,yang berasal dari piring yang
diterbangkan Sangmaima , dan Tao silosung
yang berasal dari Lesung yang diterbangkan oleh Datu Dalu.
Karena
melihat apa yang terjadi , kedua abang beradik menghentikan pertarungan mereka
dan pulang ke tempat masing-masing tanpa sepatah kata.
Ada
berita, jika kedua air danau ini disatukan pasti akan bergoyang sebab
berlawanan. Tempat itu bernama Kecamatan Lintongnihuta, persis di kampung marga Silaban
dimana dua danau ini berada.
Diceritakan kembali oleh
: Drs.Kemal Martinus Sihite
|
Cerita yg lebih di singkat
BalasHapus