asal mula sigale-gale



Pada zaman dahulu hiduplah  seorang keturunan si Raja Batak yang bernama  Raja Rahat ,yang konon  adalah seorang raja yang kaya dan memiliki banyak tanah yang berada ± 50 Km dari Tomok, di sekitar pegunungan Desa Lumban Suhi Si Raja Rahat hanya memiliki satu orang anak saja yaitu si Raja Manggele, usianya yang menjelang dewasa, lebih kurang 16 tahun.
 Si Raja Rahat belum puas dengan daerah yang dikuasai , kemudian dia memangggil panglima perang, dan berkata
” Aku sudah melihat daerah yang menjadi milik kita ,nampaknya masih terlalu sempit, dan bagaimana nantinya jika anak cucu kita sudah besar apa yang akan kita berikan?..
Panglima  perang berkata.
 “ Apa yang harus kami perbuat Paduka?”
Lalu Raja Rahat memerintahkan panglima perang  untuk merebut daerah di sekitar kerajaannya.
          Setelah menaklukkan beberapa daerah  ,datanglah Panglima perang  menghadap Raja Rahatdan  berkata
”Kami sudah merebut beberapa daerah ,akan tetapi prajurit kita  nampaknya tidak ada yang memimpin, jadi kami memohon supaya paduku  memilih seorang prajurit sebagai pemimpin perang “ lalu permisi pamit.
 Raja Rahat  berjalan –jalan  di depan istana sambil berpikir siapakah yang dapat dipilih menjadi pemimpin perang,  kemudian dia mengamati para prajurit   yang sedang berlatih  dan di sana  Raja Rahat melihat putranya Raja Manggale  sedang berlatih pedang ,melihat putranya Raja Manggale yang sangat pandai mempergunakan pedang ,maka timbullah niatnya untuk  memerintah si Raja Manggele untuk memimpin pasukan dalam merebut daerah yang belum tunduk  pada Raja Rahat.
Lalu raja Rahat mengumpulkan paara prajuritnya  dan berkata,
”Mulai hari ini saya mengangkat Raja Manggale  sebagai pemimpin perang untuk membawa merebut daerah yang belum tunduk pada kerajaan kita.”
Kemudian Raja Manggale  bergegas pergi ke daerah yang hendak dikuasai, bersama dengan prajurit-prajurit ayahnya. Melihat semangat si Raja Manggele, si Raja Rahat sangat senang melihat anaknya dan ia sangat mengasihi si Raja Manggele.
Namun, kebahagiaan dan kesenangan itu tidak bertahan lama. Dalam peperangan itu Raja Manggele terkena musibah. Ia terkena panah  beracun dan cukup parah. Pada saat itu, Raja Manggele masih sempat bertahan dan masih sempat diobati oleh “datu-datu (Dukun)”.
 Namun sangat disayangkan, usaha para datu tersebut ternyata sia-sia. Mereka tidak mampu untuk mengobati luka yang dideritanya, sehingga si Raja Manggele pun meninggal. Berita kematian Raja Manggele itu tersiar ke seluruh lapisan masyarakat. Kemudian sampailah kabar ini kepada si Raja Rahat dan ia pun sangat terkejut dan sangat menyesal karena telah menyuruh anaknya untuk ikut berperang.
 Setiap hari si Raja Rahat hanya bisa menangis. Ia prustasi dan bahkan kelihatan layaknya seperti orang gila.  Dan  terus menyalahkan dirinya karena ia yang telah mengakibatkan semua itu. Setiap hari si Raja Rahat hanya bisa meratap dan terdiam mengingat kejadian itu.
Pada saat itu sistem kehidupan masyarakat adalah apabila seorang raja mengalami musibah maka dengan sendirinya, masyarakat pun ikut sedih. Melihat Raja Rahat yang terus termenung,  datanglah seorang datu kehadapan si Raja Rahat. Dia mencoba menghibur raja dengan mengusulkan untuk membuatkan baginya sebuah patung yang konon akan dibuat menyerupai wajah Raja Manggele, anaknya. Raja setuju dan proses pembuatan pun dilakukan. Namun datu itu tidak berhasil karena dia tidak memiliki kekuatan naturalis yang cukup untuk membuat patung itu.
Akhirnya, ia mengumpulkan datu-datu besar sebanyak enam orang. Dengan ilmu kebatinan yang mereka miliki, mereka mencoba memahat kayu dan membuatnya persis menyerupai si Raja Manggele. Konon para datu tersebut tidaklah mengenal si Raja Manggele, namun dengan ilmu kebatinan yang mereka miliki, mereka mampu membuat sebuah boneka manusia yang terbuat dari kayu yang mirip dengan si Raja Manggele. Kemudian patung si Raja Manggele itu dipakaikan ulos serta tali pengikat kepala dengan tiga macam warna yaitu merah, hitam dan putih.
Setelah semuanya siap, kemudian patung si Raja Manggele tersebut dimasukkan kedalam peti. Hal itu dilakukan untuk masuk kedalam tahap berikutnya yaitu untuk menghidupkan patung itu. Ketujuh datu dengan bantuan pemain musik “Gondang Bolon” memanggil jiwa si Raja Manggele untuk merasuki patung tersebut.
 Kemudian, patung itu dapat bangkit dari peti itu dan patung tersebut mampu untuk menggerak-gerakkan badannya layaknya manusia (manortor). Gondang yang dipakai untuk memulainya adalah dimulai dari “Gondang Mulamula” sampai dengan “Gondang Hasahatan”.
Melihat keberhasilan itu, akhirnya mereka berembuk untuk mempertunjukkan patung tersebut di hadapan si Raja Rahat. Kemudian mereka pun pergi ke halaman rumah si Raja Rahat dan mereka pun mulai membangunkan patung tersebut dengan bantuan alat musik Gondang Bolon.
Di saat si Raja Rahat mendengar suara gondang tersebut, ia keluar dan turun ke halaman rumahnya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Setelah melihat patung tersebut bisa “manortor” dan menyerupai anaknya si Raja Manggele, si Raja Rahat sangat senang melihat hal tersebut dan ia pun mulai tersenyum bahagia karena ia masih bisa merasakan anaknya seolah-olah hidup kembali. Oleh karena hal itu si Raja Rahat pun kemudian mengucapkan terimakasih kepada para datu yang telah berhasil membuat patung yang menyerupai anaknya itu. Si Raja Rahat pun menyimpan patung itu di dalam rumahnya. Sesekali, jika Raja rindu dengan anaknya si Raja Manggele, ia kembali memanggil ketujuh datu itu untuk mempertunjukkan dan mempertontonkannya di tengah-tengah masyarakat. Dengan melihat patung itu dapat “manortor” dengan lemah gemulai mengikuti irama gondang yang dimainkan oleh para datu, patung itu pun berubah nama yang dulunya adalah si Raja Manggele, kemudian diberi nama “Sigalegale”.
Lama kelamaan Sigalegale tidak hanya berfungsi sebagai pelipur lara mengenang anak yang sudah tiada, tetapi juga berfungsi untuk menangkal malapetaka dan mengusir hal-hal yang buruk (papurpur sapata).


Komentar