Si
Raja Rahat belum puas dengan daerah yang dikuasai , kemudian dia memangggil
panglima perang, dan berkata
” Aku sudah melihat daerah yang menjadi milik
kita ,nampaknya masih terlalu sempit, dan bagaimana nantinya jika anak cucu
kita sudah besar apa yang akan kita berikan?..
Panglima
perang berkata.
“ Apa
yang harus kami perbuat Paduka?”
Lalu
Raja Rahat memerintahkan panglima perang
untuk merebut daerah di sekitar kerajaannya.
Setelah menaklukkan beberapa
daerah ,datanglah Panglima perang menghadap Raja Rahatdan berkata
”Kami sudah merebut beberapa daerah ,akan
tetapi prajurit kita nampaknya tidak ada
yang memimpin, jadi kami memohon supaya paduku
memilih seorang prajurit sebagai pemimpin perang “ lalu permisi pamit.
Raja
Rahat berjalan –jalan di depan istana sambil berpikir siapakah yang
dapat dipilih menjadi pemimpin perang,
kemudian dia mengamati para prajurit
yang sedang berlatih dan di
sana Raja Rahat melihat putranya Raja
Manggale sedang berlatih pedang ,melihat
putranya Raja Manggale yang sangat pandai mempergunakan pedang ,maka timbullah
niatnya untuk memerintah si Raja Manggele
untuk memimpin pasukan dalam merebut daerah yang belum tunduk pada Raja Rahat.
Lalu raja Rahat mengumpulkan paara
prajuritnya dan berkata,
”Mulai hari ini saya mengangkat Raja
Manggale sebagai pemimpin perang untuk
membawa merebut daerah yang belum tunduk pada kerajaan kita.”
Kemudian Raja Manggale bergegas pergi ke daerah yang hendak dikuasai,
bersama dengan prajurit-prajurit ayahnya. Melihat semangat si Raja Manggele, si
Raja Rahat sangat senang melihat anaknya dan ia sangat mengasihi si Raja Manggele.
Namun, kebahagiaan dan kesenangan itu tidak
bertahan lama. Dalam peperangan itu Raja Manggele terkena musibah. Ia terkena
panah beracun dan cukup parah. Pada saat
itu, Raja Manggele masih sempat bertahan dan masih sempat diobati oleh
“datu-datu (Dukun)”.
Namun
sangat disayangkan, usaha para datu tersebut ternyata sia-sia. Mereka tidak
mampu untuk mengobati luka yang dideritanya, sehingga si Raja Manggele pun
meninggal. Berita kematian Raja Manggele itu tersiar ke seluruh lapisan
masyarakat. Kemudian sampailah kabar ini kepada si Raja Rahat dan ia pun sangat
terkejut dan sangat menyesal karena telah menyuruh anaknya untuk ikut
berperang.
Setiap
hari si Raja Rahat hanya bisa menangis. Ia prustasi dan bahkan kelihatan
layaknya seperti orang gila. Dan terus menyalahkan dirinya karena ia yang
telah mengakibatkan semua itu. Setiap hari si Raja Rahat hanya bisa meratap dan
terdiam mengingat kejadian itu.
Pada saat itu sistem kehidupan masyarakat
adalah apabila seorang raja mengalami musibah maka dengan sendirinya,
masyarakat pun ikut sedih. Melihat Raja Rahat yang terus termenung, datanglah seorang datu kehadapan si Raja
Rahat. Dia mencoba menghibur raja dengan mengusulkan untuk membuatkan baginya
sebuah patung yang konon akan dibuat menyerupai wajah Raja Manggele, anaknya.
Raja setuju dan proses pembuatan pun dilakukan. Namun datu itu tidak berhasil
karena dia tidak memiliki kekuatan naturalis yang cukup untuk membuat patung
itu.
Akhirnya, ia mengumpulkan datu-datu besar
sebanyak enam orang. Dengan ilmu kebatinan yang mereka miliki, mereka mencoba
memahat kayu dan membuatnya persis menyerupai si Raja Manggele. Konon para datu
tersebut tidaklah mengenal si Raja Manggele, namun dengan ilmu kebatinan yang
mereka miliki, mereka mampu membuat sebuah boneka manusia yang terbuat dari
kayu yang mirip dengan si Raja Manggele. Kemudian patung si Raja Manggele itu
dipakaikan ulos serta tali pengikat kepala dengan tiga macam warna yaitu merah,
hitam dan putih.
Setelah semuanya siap, kemudian patung si
Raja Manggele tersebut dimasukkan kedalam peti. Hal itu dilakukan untuk masuk
kedalam tahap berikutnya yaitu untuk menghidupkan patung itu. Ketujuh datu
dengan bantuan pemain musik “Gondang Bolon” memanggil jiwa si Raja Manggele
untuk merasuki patung tersebut.
Kemudian, patung itu dapat bangkit dari peti
itu dan patung tersebut mampu untuk menggerak-gerakkan badannya layaknya
manusia (manortor). Gondang yang dipakai untuk memulainya adalah dimulai dari
“Gondang Mulamula” sampai dengan “Gondang Hasahatan”.
Melihat keberhasilan itu, akhirnya mereka
berembuk untuk mempertunjukkan patung tersebut di hadapan si Raja Rahat.
Kemudian mereka pun pergi ke halaman rumah si Raja Rahat dan mereka pun mulai
membangunkan patung tersebut dengan bantuan alat musik Gondang Bolon.
Di saat si Raja Rahat mendengar suara gondang
tersebut, ia keluar dan turun ke halaman rumahnya untuk melihat apa yang sedang
terjadi. Setelah melihat patung tersebut bisa “manortor” dan menyerupai anaknya
si Raja Manggele, si Raja Rahat sangat senang melihat hal tersebut dan ia pun
mulai tersenyum bahagia karena ia masih bisa merasakan anaknya seolah-olah
hidup kembali. Oleh karena hal itu si Raja Rahat pun kemudian mengucapkan
terimakasih kepada para datu yang telah berhasil membuat patung yang menyerupai
anaknya itu. Si Raja Rahat pun menyimpan patung itu di dalam rumahnya.
Sesekali, jika Raja rindu dengan anaknya si Raja Manggele, ia kembali memanggil
ketujuh datu itu untuk mempertunjukkan dan mempertontonkannya di tengah-tengah
masyarakat. Dengan melihat patung itu dapat “manortor” dengan lemah gemulai
mengikuti irama gondang yang dimainkan oleh para datu, patung itu pun berubah
nama yang dulunya adalah si Raja Manggele, kemudian diberi nama “Sigalegale”.
Lama kelamaan Sigalegale tidak hanya berfungsi
sebagai pelipur lara mengenang anak yang sudah tiada, tetapi juga berfungsi
untuk menangkal malapetaka dan mengusir hal-hal yang buruk (papurpur sapata).
Komentar
Posting Komentar