BATU GANTUNG










Dahulu kala, di suatu kampung terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri  marga Pasaribu, dengan seorang anak laki-laki usianya  kira-kira 4 tahun  yang bernama Ucok , mereka hidup tenteram dari bertani. tetapi keadan ini tidak  bertahan lama karena ibu  Si Ucok menderita penyakit menular, di mana pada saat itu belum banyak Datu yang dapat mengobati, melihat keadaan tersebut,lalu Si Ucok diungsikan ke tempat yang lebih aman,ke daerah humbang tempat bapa udanya ,pada umumnya masyarakat suku batak jika nama itu seperti membawa musibah  maka sebaiknya diganti , lalu bapa uda Si Ucok merubah nama Ucok menjadi SI Dongan. sementara Si Pasaribu mengurus istrinya.Setelah beberapa tahun , isteri si Pasaribupun sembuh  .Tak lama  setelah isterinya sembuh   lahirlah adik si Ucok  yang diberi nama Seruni.
Di suatu waktu,terjadi musim kemarau  yang berkepanjangan dan orang kampung mengatakan  Haleon Potir menyebabkan hasil pertanian tidak ada sama sekali , hal ini menyebabkan perhatian bapa uda siUcok ke siUcok berkurang .melihat keadaan ini Si Ucok(Dongan)  yang masih kecil  pergi merantau,dia kerkelana kemana dia suka di perantauan ia tidak pernah tahu marganya , yang dia tahu hanya nama bapa udanya
Dua puluh tahun kemudian ,Serunipun tumbuh jadi gadis yang cantik jelita, Selain rupawan, Seruni juga sangat ingin membantu orang tuanya untuk memperbaiki taraf hidup mereka. Setelah berpikir agak lama  ,Seruni  kemudian memberanikan diri menyampaikan ke orang tuanya untuk bekerja di ladang namun orang tuanya tidak mengijinkan sehingga  , setiap hari Seruni hanya tinggal di rumah  untuk memasak, mencuci  dan yang berhubungan dengan rumah.
Ucok (Dongan)yang terus berkelana dari satu tempat ke tempat  , akhirnya sampai ke kampung Seruni adiknya,saat itu Seruni sedang mencuci kain di sebuah sungai, tanpa sepengetahuannya ada sepotong   kain sarung  yang dicuci hanyut,setelah siap dicuci Seruni berniat pulang , tetapi sebelum pulang dia menghitung kain yang dicuci , ternyata ada kain sarung yang tidak kelihatan, Setelah memasukkan ke bakul kain yang sudah siap dicuci ,ia menelusuri aliran sungai dengan harapan kain sarung tersebut ditemukan .  setelah beberapa lama langkah Seruni terhenti karena ada seorang laki-laki  sedang melepaskan lelah dengan merendam kaki di sungai,  dia  merasa seperti ada perasaan yang dekat dengan pria tersebut,  lalu  memberanikan diri  untuk bertanya.
“ Bang, bisa adek bertanya” kata Seruni kepada SiUcok.
Lalu Ucok memperhatikan asal suara tersebut, melihat Seruni dia tertegun  seperti ada perasaan yang aneh pada dirinya, dan menjawab;
“ Ada yang dapat saya bantu”
Kemudian Seruni menjelaskan apa yang dicarinya.
“ Ada memang  kain itu saya temukan “ kata Dongan sambil menunjukkannya.
Serunipun sangat senang,lalu meminta kain sarung dan pamit.
Sejak  kejadian itu  si Dongan sering  ke sungai berharap dapat berjumpa dengan Seruni , dan demikian juga halnya dengan Seruni, Karena sering berjumpa mereka saling jatuh cinta,mereka pun jadi berpacaran . Seruni ingin mengetahui siapa sebenarnya Si Dongan , tetapi jawaban yang diperoleh dari Dongan  tidak pernah tahu marganya  dia hanya bercerita bahwa dia dibesarkan oleh bapa udanya.Setelah beberapa lama pacaran mereka ingin membentuk rumah tangga yang baru, dan mereka sudah terlanjur  berbuat salah.

Suatu malam  Seruni bertanya kepada orang tuanya, apakah dia sudah dapat berumah tangga, kemudian orangtuanya menjawab Ya dan memberitahukan  bahwa Seruni mempunyai abang kandung yang bernama Ucok, setelah mendapat jawaban yang panjang lebar tentang abangnya ,Serunipun  minta ijin untuk tidur.
Esok harinya Seruni dan Dongan bertemu, lalu Seruni bertanya siapa sebenarnya Si Dongan, lalu Dongan bercerita apa adanya dan siapa bapa udanya, mendengar jawaban tersebut Seruni terus pamit dengan alasan ada yang tinggal tanpa mempedulikan Si Dongan . Untuk mennangkan hati , Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba.
Ia sudah  yakin bahwa Si Dongan adalah abangkandungnya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja tak terusik dengan lamunannya.
 “Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh Seruni.
Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu. Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong.







Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Karena pikirannya kacau ia tidak memperhatikan jalan yang dilalui .Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosok ke dalam lubang yang besar, sehingga masuk jauh ke dasar lubang. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap,

“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!” terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.
Semakin kuat suara Seruni  , dinding batu caas itupun ikut bergerak seakan menghimpitnya. 
Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.
“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni.
Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat.

“Parapat… ! Parapat batu… Parapat!” seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..
Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan.

Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.

Melihat gelagat  si Toki yang lain dari biasanya ,lalu ayah Seruni bertanya,
“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?”
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.
“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.
“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.
“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.
“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang ayah.
Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.
Kemudian  kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: “Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”
“Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! “seru ibu Seruni panik.
“Benar, bu! Itu suara Seruni!” jawab sang ayah ikut panik. Sambil mengelilingi llubang batu tersebut.
“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.
“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.
Ayah Seruni berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.
“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.
“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.

Sekali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.

“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”

“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.

Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.

“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.

Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.

“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.

“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.

“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.

Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.

Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama “Batu Gantung”.

Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu Gantung” itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara: “Parapat… parapat batu… parapatlah!”

Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”. Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

Batu tersebut memang benar menggantung di bawah tebing dan tidak terjatuh. Ukurannya  sekitar 2 meter dan menyerupai tubuh manusia.
          Di kemudian hari Si Dongan( Ucok) mengetahui   bahwa Seruni adalah adik kandungnya , dan berjanji  untuk mencantumkan marga  bagi seluruh keturunannya.
Top of Form
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQJwSAUdzDxw3SWGKNvIDoy5xlQ02ulGws4K_rq_WByfh7L0I-NgnIDQw


Komentar

  1. Betulnya ini.........???? nanti bohong?? atau copas...hehehe

    BalasHapus

Posting Komentar