Ulos\ btk\
A.Pendahuluan
a.Pengertian Ulos
Ulos adalah kain tenun khas Batak
berbentuk selendang merupakan salah satu kerajinan kain tradisional khas
Batak. Namun sejak kapan masyarakat suku Batak mulai membuat Ulos
belum ada fakta sejarah. Ulos telah
menjadi kerajinan khas suku Batak sejak
dulu, sebelum mereka mengenal produk tekstil dan Ulos sudah dijadikan pakaian sehari-hari.Meskipun
demikian, tidak semua Ulos Batak dapat dipakai dalam keseharian karena
disebabkan berbagai hal.
Secara harfiah, ulos berarti selimut
yang berguna untuk menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara
dingin. Dahulu nenek moyang suku Batak adalah manusia-manusia gunung, demikian
sebutan yang disematkan sejarah pada mereka. Hal ini disebabkan kebiasaan
mereka tinggal dan berladang di kawasan pegunungan ,karena mendiami dataran
tinggi berarti mereka harus mepersiapkan diri untuk mengatasi dinginnya cuaca yang menusuk
tulang.
Menurut pengalaman leluhur suku Batak, ada tiga sumber
kehangatan kepada manusia, yaitu
matahari, api dan ulos. Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar
matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin, namun dalam pelaksanaannya
sering terdapat masalah, contoh matahari tidak dapat hadir setiap waktu sesuai
dengan keinginan manusia, karena pada siang hari sering hujan ataupun mendung, sedang pada malam hari matahari tidak kelihatan lagi menyebabkan rasa
dingin semakin menjadi-jadi , untuk menanggulangi hal ini nenek moyang suku batak
mencoba memakai api sebagai
pilihan kedua, ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu tidur, karena
resikonya tinggi yaitu dapat terjadi kebakaran. Hal ini
memaksa mereka berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka lahirlah ulos
sebagai produk budaya asli suku Batak yang berfungsi untuk menghangatkan tubuh.
Pada masa awal kemunculannya, ulos hanya dipergunakan sebatas penghangat tubuh , ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh
lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik,tetapi dengan proses yang cukup panjang serta memakan waktu cukup lama.
Setelah mulai dikenal, ulos makin
digemari karena praktis. Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer, karena bisa
juga dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif-motif yang menarik. Kemudian Ulos memiliki arti lebih penting ketika ia mulai
dipakai oleh tetua-tetua adat dan para pemimpin kampung dalam
pertemuan-pertemuan adat resmi. Ditambah lagi dengan kebiasaan para leluhur
suku Batak yang selalu memilih ulos untuk dijadikan hadiah atau pemberian
kepada orang-orang yang mereka sayangi.
Kini ulos memiliki fungsi simbolik
untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan
kepada orang "non Batak". Pemberian ini bisa diartikan sebagai
penghormatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. Misalnya pemberian ulos
kepada orang yang dihormati yang sedang berkunjung, atau kepada seorang
pemimpin dengan harapan dapat menyelesaikan tugas sebagai abdi negara dengan
baik dan penuh kasih sayang kepada rakyatnya.
b.Cara membuat ulos
Untuk merajut sebuah ulos diperlukan
proses berikut ini:
b.1.Pembuatan benang.
Proses
pemintalan kapas sudah dikenal masyarakat batak dulu yang disebut “mamipis”
dengan alat yang dinamai “sorha”. Sebelumnya kapas “dibebe” untuk mengembangkan
dalam mempermudah pemintal membentuk keseragaman ukuran. Seorang memintal dan
seorang memutar sorha. Kemudian sorha ini disederhanakan dengan mengadopsi
teknologi yang dibawa oleh Jepang semasa penjajahan. Sorha yang lebih modern
dapat melakukan pemintalan dengan tenaga satu orang.
b.2.Pewarnaan.
Benang
awalnya berwarna putih, dan untuk mendapatkan warna merah disebut “manubar” dan
untuk mendapatkan warna hitam disebut “mansop”.
Bahan pewarna ulos terbuat dari bahan daundaunan berbagai jenis yang dipermentasi sehingga menjadi warna yang dikehendaki. Bahan tambahan pewarnaan dari proses permwntasi ini disebut “Itom” yang pada era tahun 60 an masih ada ditemukan dipasaran toba.Orang yang melakukan pewarnaan benang ini disebut “parsigira”
Bahan pewarna ulos terbuat dari bahan daundaunan berbagai jenis yang dipermentasi sehingga menjadi warna yang dikehendaki. Bahan tambahan pewarnaan dari proses permwntasi ini disebut “Itom” yang pada era tahun 60 an masih ada ditemukan dipasaran toba.Orang yang melakukan pewarnaan benang ini disebut “parsigira”
b.3.Gatip.
Rangkaian
grafis yang ditemukan dalam ulos diciptakan pada saat benang diuntai dengan
ukuran standard. Untaian ini disebut “humpalan”. Satuan jumlah penggunaan
benang untuk bahan tenun disebut “sanghumpal, dua humpal” dst. Gatip dibuat
sebelum pewarnaan dilakukan. Benang yang dikehendaki tetap berwarna putih,
diikat dengan bahan pengikat terdiri dari serat atau daun serai.
b.4.Unggas.
Uanggas
adalah proses pencerahan benang. Pada umumnya benang yang selesai ditubar atau
disop, warnanya agak kusam. Benang ini diunggas untuk lebih memberikan kesan
lebih cemerlang. Orang yang melakukan pekerjaan ini disebut “pangunggas”.
dengan peralatan “pangunggasan”.
Benang dilumuri dengan nasi yang dilumerkan kemudian digosok dengan kuas bulat dari ijuk. Nasi yang dilumerkan itu biasanta disebut “indahan ni bonang”.
Benang yang sudah diunggas sifatnya agak kenyal dan semakin terurai setelah dijemur dibawah sinar matahari terik.
Benang dilumuri dengan nasi yang dilumerkan kemudian digosok dengan kuas bulat dari ijuk. Nasi yang dilumerkan itu biasanta disebut “indahan ni bonang”.
Benang yang sudah diunggas sifatnya agak kenyal dan semakin terurai setelah dijemur dibawah sinar matahari terik.
b.5.Ani
Benang
yang sudah selesai diunggas selanjutnya memasuki proses penguntaian yang
disebut “mangani”. Namun untuk mempermudah mangani, benang sebelumnya “dihuhul”
digulung dalam bentuk bola. Alat yang dibutuhkan adalah “anian” yang terditi
dari sepotong balok kayu yang diatasnya ditancapkan tongkat pendek sesuai
ukuran ulos yang dikehendaki. Dalam proses ini, kepiawaian pangani sangat menentukan
keindahan ulos sesuai ukuran dan perhitungan jumlah untaian benang menurut
komposisi warna.
b.6.Tonun
Tonun
(tenun) adalah proses pembentukan benang yang sudah “diani” menjadi sehelai
ulos. Mereka ini yang lajim disebut “partonun”.
b.7.Sirat
Proses
terakhir menjadikan ulos yang utuh adalah “manirat”. Orang yang melakukan
pekerjaan ini disebut “panirat”. Sirat adalah hiasan pengikat rambu ulos.
Biasanya dibentuk dengan motif gorga.
Komentar
Posting Komentar