CERITA
SI BORU NATUMANDI
Diceritakan kembali oleh
: Drs,Kemal Martinus Sihite |
Dahulu kala sewaktu penduduk yang mendiami
Rura (Lembah) Silindung masih memeluk kepercayaan Sipelebegu , ada seorang raja
yang bernama Ompu Raja Tumandi dan isterinya,
Raja ini sangat terkenal karena kekayaannya, kebesaran
dan kebersahajaannya. Semua tanaman-tanaman di ladang maupun di sawah berlimpah
ruah, bahkan tempat penyimpanan yakni “Sopo” tidak bisa lagi menampungnya. Begitu juga
dengan ternaknya ( kerbau dan babi ) berlimpah. Sang Raja tinggal di “Rumah
Batak“ Tetapi lebih terkenal lagi raja
ini karena kecantikan putrinya yang bernama Si Boru Natumandi .
Boru
Natumandi memiliki paras yang cantik dan sangat disayangi oleh kedua
orangtuanya, sehingga dia tidak diperbolehkan untuk bekerja di ladang
sebagaimana dilakukan oleh teman sebayanya. Untuk menghilangkan kebosanan yang
hanya sendiri tinggal di rumah selama orangtuanya mengerjakan sawah dan
ladangnya, maka Boru Natumandi diperkenankan untuk mengerjakan pembuatan ulos
di sebuah pondokan terbuka yang tidak jauh dari rumahnya, di tepian sebuah
sungai.
Disuatu
siang hari, sewaktu Boru Natumandi mengerjakan pembuatan ulos, dia didatangi
seorang pemuda tampan bernama Mangunsong yang menegurnya dengan ramah dan
sopan. Kemudian mereka berkenalan dan saling bercerita sembari Boru Natumandi
mengerjakan pembuatan ulosnya. Pertemuan ini sudah sering mereka lakukan di pondok ,
untuk saling bercerita bercanda ria, namun menjelang sore sebelum kedua
orangtua Boru Natumandi pulang dari ladang, pemuda Mangunsong sudah pamit diri
untuk pulang.
Selama
perkenalan mereka, Boru Natumandi pernah menanyakan asal-muasal pemuda
Mangunsong, dan pemuda itu mengatakan bahwa kampungnya sangat jauh dan ada
ditepian sebuah danau. Sejenak Boru Tumandi bertanya dalam hatinya,
“Kalau
kampungnya sangat jauh mengapa dia dapat datang setiap hari?” demikian
pikirnya.
Lalu
Boru Tumandi mengungkapkan tanda tanyanya,
“Berapa
lama perjalanyan ke kampungnya?” tanyanya menyelidik. Lalu pemuda itu menjawab,
“Aku
ada tinggal dekat sini” jawabnya singkat.
Boru
Tumandi bertanya juga dalam hatinya bahwa
tidak ada kampung sekitar sini yang bernama Mangunsong, tapi dia tidak
melanjutkan pertanyaannya.
Keakraban
mereka tidak pernah diceritakan oleh Boru Natumandi kepada orangtuanya bahwa
dia mempunyai hubungan dengan seorang
pemuda yang tampan bernama Mangunsong. Setelah menjalin hubungan sekian lama
dan mereka sudah merasa saling cocok satu sama lain, maka di suatu hari pemuda
Mangunsong mengutarakan niatnya untuk meminang sang putri, akan tetapi sang
pemuda tampan harus membawa orang tuanya untuk meminang sang putri, sementara
kampung sang pemuda sangat jauh ada di tepian Danau Toba. Kalau pemuda
Mangunsong sendiri sebenarnya dia adalah orang sakti sehingga mampu datang
setiap saat mengunjungi Boru Natumandi, akan tetapi kesaktiannya tidaklah
mungkin membawa orang lain sama cepat seperti dia. Rahasia kesaktiannyapun
tidak diberitahukan kepada Boru
Natumandi.
Karena
mereka tidak mempunyai jalan keluar agar hubungan mereka dapat terjalin sesuai
kultur adat, dimana orangtua Mangunsong harus datang mengunjungi orangtua Boru
Natumandi untuk meminang, maka mereka berdua sepakat untuk kawin lari saja.
Mereka membuat janji dengan menentukan hari ,kapan mereka akan kawin lari.
Tiba
waktu yang ditentukan, dan sama seperti biasanya bahwa Boru Natumandi berangkat
ke pondokannya sambil membawa segumpal padi. Sebagaimana biasa pemuda
Mangunsong tiba di pondok, lalu mereka mulai melaksanakan niatnya. Sebelum
melangkahkan kakinya, Boru Natumandi mengambil padi yang dipersiapkan
sebelumnya untuk digunakan sebagai tanda agar orangtuanya mengetahui kemana dia
akan pergi.
Sebagaimana
biasa, sore itu Ompu Raja Natumandi dan istrinya pulang dari ladang tidak
menemukan putrinya. Mereka coba cari kesekitarnya tetapi juga tidak ditemukan.
Kegelisahan muncul setelah menunggu beberapa lama, lalu mereka pergi menanyakan
kepada seisi kampung barangkali ada yang mengetahui di mana putri mereka berada
namun tidak ada jawaban yang pasti . Mereka kemudian memastikan bahwa Boru Natumandi hilang dan meminta seluruh warga di kampung agar ikut
mencarinya.
Setelah
lama mencari di sekitar kampung,akhirnya mereka menemukan tanda-tanda ,yaitu
terlihat butir-butir padi ada berserakan yang mengarah ke suatu tempat. Mereka
menanyakan kepada orang bijak tentang tanda-tanda padi yang diberikan itu ,
kemudian si orang bijak mengatakan bahwa itu adalah pertanda Siboru Natumandi sudah
dipersunting oleh seorang pemuda yang mengajaknya kawin lari. Lalu mereka
mengikuti kemana tanda itu mengarah.
Tidak berapa lama mereka mengikuti butiran beras
itu, akhirnya tiba di sebuah liang yang
ada di bawah sebuah pohon beringin dan butiran beras itu berhenti sampai di
mulut liang, namun mereka tidak menemukan siapa-siapa di liang itu karena hanya
berbentuk gua kecil yang tidak dapat diterobos oleh manusia . Dan akhirnya merekapun bubar.
Keesokan
hari, ayah dan ibu Siboru Natumandi datang
lagi ke mulut liang , namun mereka tak menemukan putrinya, selama seminggu mereka berkunjung ke mulut liang dan berharap akan
menemukan putrinya.
Pada hari yang ke-7 mereka menemukan sebuah
kendi dengan sebuah pesan yang diketahui adalah dari putrinya. Pesan tersebut
menyebutkan bahwa kendi itu adalah sebagai mahar dari laki-laki, karena dia
sudah menikah dengan seorang pemuda bernama Mangunsong. Kemudian pesannya
supaya kendi tidak dibuka sebelum 7 hari, dan kalau tidak ditepati maka jangan
berharap dia akan kembali lagi.
Kejadian
ini kemudian diberitahukan orangtuanya kepada tetua kampung, Kemudian seorang mengatakan bahwa setelah hari ke-7 supaya
dipersiapkan kedatangan Boru Tumandi untuk dibuatkan pestanya.
Kendi
itupun dibawa oleh kedua orangtuanya kerumah. Pada hari pertama, kedua orang
tua masih mampu untuk mengingat janji. Hari kedua berlalu, hari ketiga… dan
semakin hari semakin besar kerinduan orang tua untuk bertemu dengan putrinya
dan keinginan membuka kendipun semakin besar. Sampai pada hari keenam mereka
tidak mampu lagi untuk menahan keinginan untuk membuka kendi tersebut, lalu
mereka sepakat untuk membukanya. Sebenarnya Ompu Raja Tumandi masih melarang
istrinya untuk tidak membukanya, tetapi istrinya memaksakan supaya dibukakan
saja.
Sewaktu
kendi dibuka merekapun terkejut karena yang ada dalam kendi penuh dengan
batangan emas. Namun batangan emas itu kemudian berubah perlahan-lahan menjadi
kunyit. Maka tersadarlah kedua orang tua itu bahwa mereka sudah melanggar
janjinya. Dan merekapun menangis sejadi-jadinya. Kemudian mereka merasa takut
hal ini diketahui oleh tetua kampung karena pesta penyambutan sudah harus
dipersiapkan.
Kemudian
satu per satu sanak saudara menanyakan kapan pesta penyambutan akan
dilaksanakan, akan tetapi kedua orangtua diam saja sambil menundukkan kepala
mereka bila berpapasan dengan orang sekitarnya. Sang ibu pun setiap pagi
berkunjung ke liang di mana dia menemukan kendinya. Selang tujuh hari kemudian,
sewaktu sang ibu berkunjung lagi pagi harinya, dia mencium bau harum bunga di
sekitar liang dan melihat ada sepasang ular besar sedang berdiam di dalam liang
dan terhampar bunga-bungaan beserta beberapa lembar daun sirih dan jeruk purut.
Lalu kedua ular seolah bicara dan dimengerti oleh sang ibu bahwa mereka adalah
Mangunsong dan Boru Natumandi yang menjelma menjadi ular dan tak dapat lagi berubah
wujud menjadi manusia.
Mangunsong
sebenarnya adalah seorang sakti yang dapat menjelma menjadi seekor ular, oleh
karenanya dia dulunya mampu datang setiap hari menemui Boru Tumandi. Mangunsong
datang dari kampungnya melalui lubang yang terdapat pada liang tersebut dalam
wujud ular dan hanya muat untuk dilewati oleh ular. Setelah sampai pada liang
dia menjelma lagi jadi manusia. Sewaktu mereka kawin lari, sang pangeran
menjelma menjadi ular, lalu dengan suatu janji Boru Tumandi pun berubah menjadi
ular. Untuk dapat jelmaan ular kembali menjadi manusia maka mereka harus
memberi mahar kepada orang tua Boru Tumandi berupa emas-batangan, dan agar
orang tuanya mampu membuat pesta penyambutannya dengan biaya yang dari emas
tersebut.
Oleh
karena ada janji yang tidak ditepati maka semua akan menjadi berantakan. Boru
Tumandi tidak dapat lagi berubah menjadi manusia. Inilah sebuah pesan pada
manusia bahwa sebuah janji adalah janji yang harus ditepati. Pada saat sekarang
ini, Liang tersebut telah menjadi lokasi wisata local di kawasan Tarutung.
Banyak orang percaya bahwa dengan Boru Tumandi dapat memberikan berkah kepada
orang yang berat jodoh. Biasanya penduduk yang tinggal dekat dengan liang Boru
Tumandi mengarahkan orang yang mau bernazar dengan menyediakan daun sirih dan
jeruk purut dan telur sebagai media permintaan. Sungai yang mengalir disekitar
kampong itu disebut dengan nama Aek Situmandi. Liang Boru Natumandi sekarang
terletak di sebuah kampong yang bernama Desa Hutabarat Banjar Nauli.
Komentar
Posting Komentar