SI BORU SARODING
PANDIANGAN
Diceritakan kembali oleh
:Drs Kemal Martinus Sihite
|
Suatu hari menjelang siang, Boru Saroding pergi ke
Danau Toba untuk mandi sekaligus mencuci pakaian tepatnya di tepi pantai tempat
tinggal orang tuanya yang terletak diantara Palipi-Mogang (Kecamatan Palipi
Kab.Samosir) yang bersebelahan dengan Rassang Bosi dan Dolok Martahan. Boru
Saroding terkenal dengan kecantikannya, konon pada jaman itu Boru Saroding
diklaim sebagai Putri tercantik dari seluruh Putri/Boru Pandiangan, karena
kecantikannya, banyak Pemuda yang datang dari kampung lain bahkan dari seberang
Danau Toba untuk merayunya (Manandangi) akan tetapi tak satupun yang mampu
menaklukkan hatinya baik yang kaya ataupun yang tampan, pemuda yang datang,
akan pulang tanpa hasil namun
pemuda-pemuda tersebut juga tidak merasa sakit hati karena Boru Saroding
menyambut mereka dengan sopan dan ramah.
Boru Saroding yang dikenal pendiam, sopan, taat akan
orang tua dan baik hati terhadap teman-temannya, pandai membuat Ulos Batak,
pekerja ulet membuat orang tuanya cukup heran sekaligus bangga terhadap
putrinya Boru Saroding, karena sifat dan
sikap Boru Saroding merupakan calon menantu idaman yang sangat dicari oleh
putra raja.
Suatu waktu, ketika
Boru Saroding sedang mandi dan membilas rambutnya yang panjang dan indah di
tepi pantai Danau Toba, tiba tiba sebuah sampan yang ditumpangi seorang pemuda
tampan dan berwibawa ,datang menghampiri Boru Saroding.
Melihat pemuda yang mengenakan Ulos Batak dan melihat
tampangnya, Boru Saroding berpikir bahwa pemuda tersebut bukanlah seorang
nelayan biasa seperti yang sering dilihat di sekitar pantai Danau Toba, dan
ketika Pemuda bersampan tersebut semakin dekat ke tempat di mana Boru Saroding
berkeramas jeruk purut (Anggir dalam Bahasa Batak), hati Boru Saroding berdebar
dan bertanya-tanya dalam hati
“Siapakah pemuda ini?”
seraya
bergegas dengan cepat membersihkan rambutnya, karena merasa malu dipandangi seorang
pemuda sedang mandi, dan beranjak dari
pantai menuju kediaman orang tuanya, akan tetapi ketika Boru Saroding hendak
melangkah, sang Pemuda pun berkata kepada Boru Saroding,
“Putri Raja.. kenapa tergesa-gesa pulang”
tanya
pemuda tersebut kepada Boru Saroding dengan lembut. Seketika langkah Boru
Saroding pun berhenti karena terkejut dan seraya melirik ke arah Pemuda yang
memanggilnya,
“Pemuda ini
tampan dan berwibawa ya”
penilaian
Boru Saroding dalam hati dan
“Kebetulan masih banyak pekerjaan saya yang harus saya
selesaikan di rumah kami”
Jawab
Boru Saroding kepada Pemuda tersebut,
Kemudian si Pemuda Tampan dan Berwibawa tersebut pun
menghampiri Boru Saroding seraya memperkenalkan diri dan tempat asalnya dari
Rassang Bosi (Desa Sabulan Kec.Sitio tio) yang disebut Ulu Darat kepada Boru
Saroding.
Dengan hormat Sang Pemuda pun menyampaikan maksud dan
tujuannya menemui Boru Saroding sekaligus berniat agar Boru Saroding mau
memperkenalkan pemuda tersebut kepada kedua orang tua Boru Saroding.
Karena dari awal Boru Saroding melihat pemuda tersebut
sudah terkesan dengan Ketampanan dan Kewibawaan sang pemuda, Boru Saroding pun
merasa senang dan menyetujui permohonan sang pemuda, merekapun bergegas
berjalan bersama menuju rumah Boru Saroding.
Ketika Boru Saroding dan Pemuda tersebut tiba di
rumahnya, seketika Orang Tua dan saudara saudarinya merasa kagum akan tampang
dan cara bicara sang pemuda yang datang bersama Boru Saroding, mereka serasa
disulap melihat sang pemuda tersebut yang berbadan kekar tersebut.
Pendek cerita, Sang Pemuda tersebutpun menyampaikan
niat baiknya yang ingin mempersunting Boru Saroding sebagai Isterinya kepada
Kedua Orang Tua dan Saudara-Saudari Boru Saroding, Guru Solandason (Ayah dari
Boru Saroding) meminta tanggapan dari putrinya Boru Saroding, apakah putrinya
Boru Saroding menyukai pemuda tersebut, Boru Saroding pun menyatakan bahwa
putrinya suka dan mau menjadi isteri Pemuda tersebut.
Tak lama kemudian, Guru Solandason memberitahukan
kepada Sanak saudaranya selanjutnya Pemuda dan Boru Saroding pun mendapat restu
dari kedua orang Boru Saroding kemudain Upacara Adat Pernikahanpun segera
dilaksanakan ditempat tinggal Boru Saroding, setelah acara adat selesai
merekapun diberangkatkan menuju tempat dimana Suami Boru Saroding tinggal.
Merekapun naik kesampan menuju Rassang Bosi, akan
tetapi Boru Saroding sangat terkejut dikarenakan mereka begitu cepat tiba, Boru
Saroding pun semakin heran karena Sang Suaminya menceritakan tempat tinggalnya
diatas gunug ditengah hutan Tombak Ulu Darat, namun Boru Saroding tidak terlalu
kawatir karena ketika mereka berjalan melewati jurang yang dalam dan terjal
ditambah hutan yang begitu liar, Sang Suami menuntun langkahnya, memegang
tangan Boru Saroding sehingga Boru Saroding tak sedikitpun merasa lelah bahkan
Suaminya terlihat kuat tanpa keringat melewati daerah yang cukup melelahkan
untuk di lalui.
Tidak berapa lama kemudian, Boru Saroding dan Suaminya
tiba ti rumah Suaminya, merekapun istirahat hingga tertidur pulas sampai
keesokan harinya ketika menjelang pagi Boru Saroding pun terbangun, namun Boru
Saroding tidak melihat Suaminya sehingga Boru Saroding melihat ke samping rumah
dan ke belakang rumah, kemudian ketika Boru Saroding hendak melihat suaminya ke
depan rumah,
Boru Saroding pun tersentak karena terkejut melihat seekor
ular berukuran sangat besar melintas di halaman depan rumah suaminya, tiba tiba
dengan sangat tergesa gesa Boru Saroding menutup pintu rumah karena merasa
sangat terkejut dimana Boru Saroding sebelumnya tidak pernah melihat ular yang
urukannya sangat besar dan memiliki kepala yang tidak seperti kepala ular pada
umumnya, dengan rasa takut yang luar biasa dan rasa heran Boru Saroding pun
duduk diam terpaku di dalam rumah, tak lama kemudian, Boru Saroding mendengar suara
Suaminya memanggil namanya sehingga Boru Saroding dengan segera bergegas
membukakan pintu rumah untuk suaminya dan langsung mengatakan
“Tadi saya melihat se ekor ular besar dengan kepala
yang aneh melintas dari halaman rumah kita menuju pohon besar dihutan”
kata
Boru Saroding kepada Suaminya, kemudain Suaminya menjawab pertanyaan Boru
Saroding
“Tidak usah
takut, ular itu ular yang baik dan tidak mengganggu”.
Mereka menjalani dan melalui hari kehari dengan
kebahagian karena Suami Boru Saroding selalu memenuhi kebutuhan mereka tanpa
kekurangan bahkan Suami Boru Saroding cukup pintar menghibur Boru Saroding
dengan canda dan tawa, serta memiliki perhatian dan kasih sayang yang begitu
besar kepada Boru Saroding ,dan berusaha mencarikan buah buahan dan tumbuh
tumbuhan yang mampu membuat kecantikan Boru Saroding terawat. Semua hal
tersebut dilakukan dan dipenuhi Suaminya dengan sangat sangat mudah tanpa ada
keluhan apapun sehingga mereka hidup dalam kebahagian melalui hari hari
rumahtangga mereka. Akan tetapi semakin lama Boru Saroding pun merasa heran
yang dari hari ke hari semakin bertambah kecurigaanya terhadap cara hidup
Suaminya yang penuh kemudahan hingga pada suatu saat tanpa sengaja Boru
Saroding melihat Suaminya di bagian atas rumah (Para-Para dalam Bahasa Batak)
sedang berubah wujud menjadi seekor ular berukuran sangat besar persis seperti
ular yang pernah Boru Saroding lihat sebelumnya, namun Boru Saroding bepura
-pura tidak melihat kejadian tersebut karena merasa takut Ular tersebut marah
kepada Boru Saroding ,kemudian ular tersebut melintas keluar dari rumah menuju
hutan hingga Boru Saroding tinggal sendirian di dalam rumah.
Boru Saroding merasa sangat terpukul dan merasa
penyesalan yang begitu dalam karena tanpa berpikir panjang dan tanpa mengenal
lebih jauh siap laki-laki tersebut hingga menerima permintaannya menjadi
isterinya karena Boru Saroding telah mengetahui bahwa Suaminya bukan manusia
biasa. Menjelang sore, suaminyapun kembali dari hutan membawa bekal berupa
buah-buahan, daging Rusa, Burung dan Burung kemudian Boru Saroding pun bergegas
menyambut suaminya membawa hasil yang dibawa suaminya ke dapur untuk dimasak
dan dijadikan untuk makan malam. Setelah Boru Saroding selesai menyiapkan makan
malam, merekapun makan malam bersama di rumah yang berada ditengah hutan rimba
tersebut dimana selama ini suaminya tinggal. Setelah usai makan malam,
merekapun berbincang bincang dan dengan jujur Suaminya memberitahukan siapa dia
sebenarnya kepada isterinya Boru Saroding,
“Saya
sebenarnya adalah Penguasa Ulu Darat, yang bisa berubah ubah wujud dari Manusia
menjadi Ular dan dari Ular menjadi Manusia”
tegas
Suaminya kepada Boru Saroding akan tetapi Boru Saroding cukup pintar
menyembunyikan rasa takut dan penyesalannya yang sangat dalam kepada suaminya,
Boru Saroding hanya tersenyum kepada Suaminya, sehingga suaminya merasa senang
karena melihat isterinya Boru Saroding tidak terkejut atas pengakuannya yang
jujur kepada Boru Saroding.
Hingga suatu ketika, kedua Saudara Boru Saroding
datang berkunjung ke rumah Boru Saroding yang berada di antara pegunungan
ditengah-tengah hutan yang dinamai Tombak Ulu Darat karena kedua saudaranya
sudah sangat merindukan Boru Saroding yang merupakan saudara perempaun
tersayang bagi kedua saudara Boru Saroding tersebut, Boru Saroding pun merasa
sangat bahagia karena sudah dikunjugi oleh Saudaranya sehingga dengan sangat gembira,
Boru Saroding pun menyajikan berbagai aneka makanan dan buah-buahan kepada
kedua saudaranya tersebut. Sembari menikmati makanan yang banyak, mereka
bercerita dan berbincang bincang hingga rasa rindu mereka terobati bahkan waktu
tidak terasa, senja pun tiba, seperti biasanya Boru Saroding tahu jika Suaminya
akan segera kembali dari hutan dan dengan tergesa gesa Boru Saroding berusaha
mengajak kedua saudaranya untuk bersembunyi di bagian atas rumah dibawah atap karena
Boru Saroding sudah mendengar suara suara pertanda suaminya akan datang dan
karena Boru Saroding merasa ketakutan dimana Boru Saroding tahu bahwa ular
tersebut mau memakan manusia, kedua saudaranya pun bersembunyi agar tidak
terlihat oleh Suami Boru Saroding.
Suami Boru Saroding pun tiba di rumah, tiba-tiba
suaminya tampak heran dan sepertinya mencium sesuatu yang lain dari yang lain dan bertanya
“Sepertinya saya mencium darah manusia lain di rumah
ini”
kepada
isterinya Boru Saroding. Dengan tergesa gesa Boru Saroding berupaya mengalihkan
pembicaraan dengan cepat mengidangkan makan malam Suaminya kemudian Suami Boru
Saroding selesai makan malam selanjutnya Boru Saroding mengajak Suaminya untuk
beristirahan. Ketika mereka hendak beristirahat, sesekali dengan tampak yang
penuh curiga, Suami Boru Saroding bertanya,
“Saya mencium
ada orang lain dirumah ini?”
tanya Suaminya kepada Boru Saroding,
“Ah… sudahlah,
itu hanya perasaan mu saja, tidak ada orang lain dirumah ini”
jawab Boru Saroding dengan rasa takut yang
luar biasa kepada Suaminya,
“Ini sudah
larut malam, sebaiknya kita istirahat saja”
ajak Boru Saroding kepada Suaminya yang masih
tetap bertingkah aneh penuh curiga. Karena tidak tahan lagi Boru Saroding
menyembunyikan rasa takutnya kepada Suaminya sehingga Boru Saroding pun memberitahukan
keberadaan kedua saudaranya kepada Suaminya
“Ampuni .. saya
suamiku, karena aku telah membohongi mu”
kata Boru Saroding kepada Suaminya,
“Benar di rumah
ini ada orang lain selain kita, karena saya beripikir engkau akan marah jika
engkau tahu saudaraku datang mengunjungi kita ke rumah ini”
aku
Boru Saroding dihantui rasa takut yang sangat besar kepada Suaminya,
“Mereka datang
karena sudah sangat rindu kepada kita”
kata
Boru Saroding sambil memohon dan membujuk Suaminya, kemudian Suami Boru Saroding
meminta agar kedua saudara Boru Saroding dipanggil untuk datang menghadap
Suaminya, dengan perasaan yang masih dihantui ketakutan, Boru Saroding pun
memanggil kedua saudaranya keluar dari tempat persembunyian mereka di bagian
atas ruhak dibawah atap rumah (Dalam Bahasa Batak disebut Bukkulan Ni Ruma).
Kemudian kedua saudara Boru Saroding menghampiri Suami
Boru Saroding seraya saling bersalaman dan tidak seperti ketakutan yang
dibayangkan oleh Boru Saroding, justru kedua saudara Boru Saroding tampak gembira
bercerita dengan suaminya hingga saking
seriusnya pembicaraan mereka (Suami dan Saudara Boru Saroding) tidak
terasa waktupun sudah menjelang pagi.
Setelah pagi hari tiba, kedua saudara Boru Saroding
berniat untuk kembali ke Samosir, sehingga kedua saudaranya memberitahu kepada
Boru Saroding bahwa mereka akan kembali ke Samosir pagi ini, Boru Saroding pun
mengajak kedua saudaranya untuk mohon pamit kepada Suaminya dan ketika hendak
berpamitan, salah satu saudara Boru Saroding berkata
“Lae, kami akan
segera pulang ke Samosir, apa yang akan kami
bawa pulang ke Samosir? “
Tanya
saudara Boru Saroding kepada Suaminya,
“Terimakasih Lae karena telah datang berkunjung ke sini”
jawab
Suami Boru Saroding kepada kedua saudaranya sambil memberikan 2 (dua) buah
bingkisan yang di balut kain dan diikat dengan tali kepada Pandiangan (Kedua
Saudara Boru Saroding) seraya berpesan
“Hanya saja ada syarat yang harus dipenuhi oleh Lae”
kata Suami Boru Saroding
“Apa saja syaratnya Lae?”
tanya
kedua Saudara Boru Saroding kepada Suaminya
“Sesampainya di
Samosir, bingkisan ini jangan dibuka akan tetapi lae harus menunggu hingga 7
(tujuh) hari lamanya baru Lae Pandiangan bisa membuka bungkusan ini”
pesan Suami Boru Saroding kepada kedua saudara
Boru Saroding. Kedua Saudara Boru Saroding menjawab
“Ia Lae, akan
kami penuhi pesan lae”.
Kemudian Pandiangan (Kedua saudara Boru
Saroding) pun pamit dan beranjak pulang melewati hutan yang cukup mengerikan,
melalui lembah dan jurang jurang yang terjal hingga kedua saudara Boru Saroding
pun tiba di tepi pantai Desa Sabulan yang selanjutnya mereka menaiki sampan
untuk menyeberang ke Pulau Samosir.
Setelah mereka tiba di rumah masing masing dimana pada
saat itu kedua saudara Boru Saroding (Pandiangan) sudah menikah dan tinggal di rumah
bersama isteri masing-masing, mereka menceritakan perjalanan yang ditempuh
kepada isteri mereka masing masing,
mereka menunjukkan bingkisan (Gajut) yang mereka bawa kepada isterunya. Salah
satu dari Pandiangan (Saudara Boru Saroding) bersungut-sungut karena meras
kesal dengan hanya menerima bingkisan (Gajut) kecil dari Laenya yang sudah
bersusah paya mengunjungi Lae dan Saudarinya di tengah hutan di atas gunung Ulu
Darat tersebut,
“Masa jauh-jauh
dari Samosir ke Ulu Darat hanya diberi bungkusan kecil seperti ini, itupun pakai syarat pula ”
kata salah satu Saudara Boru Saroding kepada
isterinya. Pendek cerita, karena tidak sabar menunggu hari yang telah
dipesankan oleh Laenya ditambah rasa penasaran yang cukup besar, maka
Pandiangan (Sudara Boru Saroding) membuka bungkusan tersebut, karena tidak
sesuai dengan pesan Suami Boru Saroding, maka bungkusan yang dibuka salah satu
saudara Boru Saroding tersebutpun hanya berisikan: Tanah, Kunyit, Potongan Kayu
kecil dan ulat-ulat, karena merasa dihina, Pandiangan (salah satu saudara Boru
Saroding yang membuka bungkusan tersebut) pun marah dan mengucapkan makian
terhadap Suami Boru Saroding,
“Kurang ajar,
masa seperti ini cara dia menghargai
saya selaku Saudara laki-laki Boru Saroding”, “Tidak tahu sopan terhadap
keluarga isterinya”
kata
salah satu saudara Boru Saroding lalu membuang bungkusan yang dibuka tersebut
sebelum waktunya. Kemudian Pandiangan membujuk dan mengajak adiknya Pandiangan
paling bungsu untuk turut membuka bungkusan yang diberikan oleh Laenya
tersebut,
“Buka saja dik bungkusannya, mungkin isinya sama saja
seperti yang telah abang buka tadi”
kata
Pandiangan kepada saudaranya akan tetapi Pandiangan paling bungsu tetap tidak
mau membuka bungkusan tersebut dan bertahan memenuhi pesan yang telah
disampaikan oleh Laenya (Suami Boru Saroding).
Setelah hari ke 7 (tujuh) tiba sesuai dengan pesan
Laenya, maka Pandiangan paling bungsu pun membuka bungkusan tersebut dan ketika
bungkusan tersebut dibuka, tiba-tiba keluar ulat ulat yang jumlahnya sangat
banyak dari bungkusan akan tetapi dalam hitungan beberapa detik, ulat-ulat yang
tadinya keluar dari bungkusan tersebut berubah menjadi kerbau dan sapi dengan
jumlah yang sangat banyak juga saking banyaknya jumlah sapi dan kerbau
tersebut, hingga lokasi pekarangan perkampungan tersebut terlihat padat
sementara kunyit yang keluar dari bungkusan tersebut berubah menjadi emas
dengan jumlah yang cukup banyak dan potongan kayu kecil pun berubah menjadi
batang pohon yang memadati lokasi perkampungan Pandiangan paling bungsu.
Beberapa bulan kemudian, ternak sapi dan kerbau yang
dimiliki Pandiangan paling bungsu semakin lama semakin bertambah banyak
jumlahnya sementara hasil pertanian dan pohon yang dimilikinya ikut bertambah
banyak sehingga Pandiangan paling bungsu semakin terkenal sebagai warga paling
kaya di daerah tersebut.
Setelah hampir ½ tahun kemudian, karena sudah sangat rindu akan kampung halamannya terlebih lebih kepada Orang Tua dan Saudara-Saudara di Samosir, maka Boru Saroding meminta ijin kepada Suaminya untuk diberikan kesempatan pulang ke kampung halaman guna mengobati rasa rindunya tersebut.
Setelah hampir ½ tahun kemudian, karena sudah sangat rindu akan kampung halamannya terlebih lebih kepada Orang Tua dan Saudara-Saudara di Samosir, maka Boru Saroding meminta ijin kepada Suaminya untuk diberikan kesempatan pulang ke kampung halaman guna mengobati rasa rindunya tersebut.
“Suamiku… saya sudah rindu akan kampung halaman,
saudara-saudaraku dan terlebih lebih orang tuaku di Samosir, ijinkan saya
menjenguk mereka, saya tidak akan lama-lama disana”
Kata
Boru Saroding kepada Suaminya, dengan berat hati Suami Boru Saroding menjawab
“Sepertinya saya punya pirasat buruk jika aku ijinkan
engkau berkunjung ke Samosir, sepertinya engkau tak akan kembali lagi ke tempat
kita ini (Ulu Darat)”
Boru Saroding pun tidak putus asa dan tetap berupaya
membujuk Suaminya agar Boru Saroding diberi ijin seraya berusaha memberikan
kepercayaan kepada Suaminya.
“Suamiku… saya janji jika engkau ijinkan saya ke
Samosir, saya akan pulang karena saya tidak mungkin meninggalkan Suamiku
sendiri yang telah memberikan saya kebahagian dan telah meberikan aku kasih
sayang, saya hanya sebentar di Samosir
setelah itu saya akan pulang ke sini (Ulu Darat)”
jelas
Boru Saroding kepada Suaminya.
Karena Boru Saroding sudah memohon dan memberikan
penjelasan yang cukup meyakinkan Suaminya, maka Suami Boru Saroding pun
mengijinkan Boru Saroding untuk bertamu ke Samosir tempat tinggal mertuanya,
sehingga Suaminya mengantarkan Boru Saroding ke tepi pantai Danau Toba untuk
menyeberangkkan isterinya ke Samosir.
Dengan penuh keajaiban, Suami Boru Saroding memetik
sepucuk daun pohon kemudain meletakkannya di tepi Danau dan tiba-tiba daun
tersebut berubah menjadi sebuah Sampan, setelah itu Suami Boru Saroding
mempersilahkan Boru Saroding memasuki sampan tersebut, kemudain Suami Boru
Saroding berkata
“Boru Saroding isteriku yang baik hati, engkau adalah
putri raja yang telah menjadi isteriku, engkau berjanji akan cepat kembali dari
Samosir karena kita saling mencintai dan saling menyayangi, jadi kumohon dengan
sangat agar engkau penuhi janjimu dan cepat pulang ya isteriku, saya juga
percaya akan apa yang telah engkau janjikan kepada ku?”kata Suaminya kepada
Boru Saroding.
Boru Saroding pun mengangguk seraya mengiakan
perkataan suaminya dan berkata ,
“Baik Suamiku, percayalah… saya akan cepat pulang dari
Samosir, engkau boleh membuat sumpah”kata Boru Saroding kepada Suaminya.
Dengan usaha
untuk tetap menyakinkan Suaminya agar rencananya dapat berjalan lancar, lalu
Suami Boru Saroding pun mengucapkan sebuah sumpah
“Dengke Ni Sabulan Tu Tonggina Tu Tabona, Manang ise
si ose padan..Turipurna tu magona” (Dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa
Setiap Orang yang Ingkar Janji/Sumpah maka Ia akan menanggung akibat buruk)
dengan perasaan sedih yang mendalam dihati Suami Boru Saroding mendorong sampan
dan
“Berangkatlah
isteriku Boru Saroding”
kata
Suaminya kepada Boru Saroding sambil melepas sampan yang dinaiki Boru Saroding
ke arah Danau Toba yang saat itu situasi tampak damai tanpa angin dan tanpa
gelombang bahkan saat itu, cuaca di langit tampak begitu cerah, setelah Boru
Saroding mendayung sampannya sekitar 5 (lima) meter dari bibir pantai Boru
Saroding pun berkata dengan pelan seperti berbisik
“Peh…bursik….…., kupikir engkau manusia…ternyata
engkau hanya seekor ular dan hanya hantu berwajah manusia, kau kira saya akan
kembali lagi ke Ulu Darat…tempat yang mengerikan itu? Dasar hantu berwajah
manusia berbadan ular.”
Kata
Boru Saroding dengan pelan sambil tergesa gesa mendayung sampannya yang
dibareingi rasa kecewa serta ketakutan.
Tiba-tiba, cuaca dilangit berubah menjadi gelap, angin
puting beliung, hujan dan suara petir datang sehingga ombak besar mulai muncul
di Danau Toba dimana Boru Saroding sedang melintas dengan sampannya. Melihat
situasi yang tiba tiba berubah, Boru Saroding pun menjerit-jerit ketakutan,
dengan sekuat tenaga… Boru Saroding pun berupaya mengendalikan sampannya namun
tiba tiba muncullah ombak yang sangat besar menuju Boru Saroding sehingga Boru
Saroding pun tak mampu mengendalikan sampan yang ditumpangi sehingga Boru
Saroding dan sampannyapun ikut terseret gelombang besar tersebut, tak lama
kemudian Boru Saroding pun hanyut dibawa arus air kedasar Danau Toba.
Semenjak kejadian itu hingga sekarang, Boru Saroding
tidak dapat ditemukan dan menurut keyakinan Orang Batak, khususnya warga Pulau
Samosir menyakini bahwa Boru Saroding menjadi arwah penjaga Danau Toba sampai saat ini, banyak warga yang masih
meyakini hal tersebut bahkan sesuai dengan kesaksian beberapa keturunan
Pandiangan atau Siraja Sonang masih meyakini arwah Boru Saroding karena konon
dikatakan Jika ada sebuah kapal yang sedang melintas di perairan Danau Toba
dengan kondisi cuaca buruk dan gelombang/ombak besar maka salah satu penumpang
kapal yang merupakan keturunan atau masih keluarga dari marga Pandiangan dapat
meminta pertolongan melalui Doa kepada Boru Saroding agar ombak besar dan angin
kencang yang sedang menghalau kapal tersebut dihentikan oleh Arwah Boru
Saroding
Hingga kini sebagian besar warga Samosir masih
meyakini legenda serta keberadaan Arwah Boru Saroding. Dan warga menyebutnya
Namboru Boru Saroding Penunggu Danau Toba wilayah Rassang Bosi, Dolok Martahan,
Palipi, Mogang, Sabulan Janji Raja, Tamba, Simbolon dan Hatoguan.
Dan dipesankan kepada seluruh warga yang berkunjung
dan melewati daerah tersebut diminta agar tidak membuang ludah/sampah ke Danau
serta tidak boleh berbicara kotor karena konon katanya orang yang tidak
memenuhi pesan tersebut akan mengalami suatu hal yang cukup mengerikan dan
kemungkinan besar kapal yang ditumpangi akan mengalami musibah besar
Sementara Suami dari Boru Saroding dipanggil warga
dengan sebutan “Amangboru Saroding” yang diyakini dan disaksikan sebagian warga
Pandiangan sering melihat Suami Boru Saroding turun dari Ulu Darat menuju Danau
tempat Ia mengantarkan isterinya Boru Saroding, penampakan dari Suami Boru
Saroding berwujud Ular Besar dan Panjang berbadan manusia berenang di sekitar
tempat Boru Saroding tenggelam bersama sampan yang ditumpangi, sementara di
Kaki Gunug Ulu darat tepatnya diperkampungan Pandiangan Desa Sabulan Kecamatan
Sitiotio terdapat sebuah Permandian Namboru Boru Saroding yang diyakini sebagai
tempat Boru Saroding mandi dan keramas dengan jeruk purut, tempat tersebut
diberi nama “Par Anggiran Ni Namboru Boru Saroding” di tempat permandian Boru
Saroding tersebut terdapat Pohon besar di mana pada dahan dan ranting pohon
tersebut ditumpangi pohon Jeruk Purut akan tetapi buah dari Jeruk Purut yang
menumpang ke Pohon besar tersebut tidak boleh diambil sembarang orang.
Komentar
Posting Komentar