Dahulu kala hiduplah seorang raja di daerah
Rura Silindung yang bernama Punsahang Mataniari-Punsahang Mata ni Bulan, Raja
yang sangat makmur dan kaya raya. Raja ini mempunyai seorang saudara putri yang
bernama siboru Sandebona yang kemudian kawin dengan raja Panuasa dari kampung
Uluan.
Setelah beberapa lama ,Siboru sandebona
mengandung .akan tetapi setelah genap waktunya bayi ini tidak kunjung lahir,
kemudian Siboru Sandebona kebingungan, lalu menemui seorang dukun sakti untuk
menanyakan apa yang bakal terjadi dengan anak yang ada di dalam kandungannya.
Dusun sakti kemudian memberikan jawaban bahwa bayi ini akan menjadi seorang
laki-laki yang memiliki kharisma dan kelebihan tersendiri.
Begitulah setelah lahir, bayi ini diberi nama
Sipiso Somalim. Setelah dewasa Sipiso Somalim mulai menunjukkan kelebihan
tersendiri dalam kehidupan sehari-harinya. Pada suatu hari dia disuruh
orangtuanya untuk membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau, dia hanya
duduk tenang, namun kerbau ini dapat disuruhnya bekerja sendiri untuk membajak
sawah itu. Dalam sikapnya terhadap orang-orang sekitarnya, dia sangat sopan dan
berbudi baik. Bahkan semua tindak tanduknya mencerminkan sikap seorang
anak-raja.
Pada usia sudah matang, Sipiso Somalim
meminta pada ibunya agar mau meminang putri pamannya, Pertama-tama ibunya menolak,hal ini di dasari bahwa
tulang dari sSi Piso Sumalim adalah seorang raja dan kaya raya. Namun
kerena di desak oleh anaknya akhirnya ibunya tidak kuasa lagi menolak
permintaan Sipiso Somalim.
Setelah
membuat perencanaan yang matang ibunya memberangkatkan Sipiso Somalim untuk
melamar boru tulangnya yang didampingi
seorang pengawalnya yaitu Sipakpakhumal.
Dengan mengenakan pakaian kebesaran serta
bekal secukupnya termasuk “Pungga Haomasan” (obat penangkal lapar dan haus),
Sipiso Somalim berangkat menuju kampung pamannya Rura Silindung dengan menelusuri hutan lebat, dengan jalan yang
penuh resiko, seperti ancaman dari binatang buas mereka pun berjalan hingga
suatu hari tiba pada sebuah pancuran yang sangat sejuk. Melihat sejuknya air
pancuran ini, Sipiso Somalim meminta agar mereka berhenti dan mandi untuk
melepas rasa letih. Kemudian dia menanggalkan pakaian kebesarannya dan
selanjutnya meminta Sipakpakhumal untuk menjaganya.
Adapun Sipakpakhumal sejak keberangkatannya
dengan Sipiso Somalim sudah memiliki niat jahat bagaimana agar dia dapat
berperan sebagai Sipiso Somalim agar selanjutnya dapat memperistri putri sulung
Punsahang Mataniari yang sangat cantik jelita
serta sopan. Maka dengan diam-diam dia mengenakan pakaian kebesaran
Sipiso Somalim seperti layaknya seorang raja.
Karena asiknya Sipiso Somalim mandi, dia
tidak menghiraukan apa yang telah diperbuat Sipakpakhumal tadi. Setelah siap
mandi betapa terkejutnya Sipiso Somalim menyaksikan Sipakpakhumal yang telah
mengenakan pakainnya, dan sama sekali dia tidak dapat berbuat apa-apa, karena
dengan pakaian ini kharisma Sipiso Somalim langsung pindah Sipakpakhumal.
Sipakpakhumal kemudian dengan menghunus
pedang, dan suara lantang berkata,
“Sejak sekarang ini sayalah yang menjadi
Sipiso Somalim dan kau menjadi Sipakpakhumal, kita akan terus menuju kampung
Pusahang Mataniari dan jangan sekali-kali bicara pada siapapun bahwa aku telah
menggantikanmu sebagai Sipiso Somalim, dan apabila hal ini kau ceritakan pada
siapapun kau akan kubunuh, mengerti,”
Mendengar
semua ini Sipiso Somalim tidak dapat bebuat apa-apa kecuali hanya tunduk serta
menerima apa yang terjadi.
Perjalananpun dilanjutkan dan sejak itu,
Sipiso Somalim dipanggil menjadi Sipakpakhumal dan demikian sebaliknya,
Sipakpakhumal menjadi Sipiso Somalim. Selama dalam perjalanan, Sipakpakhumal
yang sebelumnya adalah Sipiso Somalim tetap menunjukkan sikap baik pada Sipiso
Somalim, dan selama itu pula Sipakpakhumal tidak habis pikir bagaimana perasaan
ibu yang dia tinggalkan sebab sebelum berangkat dia berpesan kepada ibunya agar
ibunya memperhatikan sebatang pohon yang dia tanam di dekat rumahnya, apabila
pohon itu layu berarti dia mendapat kesulitan di tengah jalan, dan apabila mati
maka dia telah mati di perjalanan.
Setelah berjalan beberapa hari akhirnya
mereka tiba di Rura Silindung tempat Punsahang Mataniari-Punsahang Mata ni
Bulan. Melihat Sipiso Somalim datang Punsahang Mataniari terus tahu bahwa dia
adalah anak saudarinya yaitu Siboru Sandebona. Lalu dengan langsung dia memeluk
Sipiso Somalim meskipun sebenarnya dia memiliki firasat bahwa ada yang kurang
beres dengan keponakannya itu, tetapi mereka tidak menunjukkan bahkan
memperlakukannya Sipiso Somalim seperti keluarganya sendiri. Adapun
Sipakpakhumal yang merupakan Sipiso Somalim yang sebenarnya tetap diam dan
tidak berani berbuat apa-apa dan dia diperlakukan sebagai layaknya seorang
pembantu.
Lama kelamaan Sipakpakhumal yang mengaku
sebagai Sipiso Somalim makin menunjukkan sikap yang kurang baik terhadap
keluarga pamannya maupun kepada Sipakpakhumal. Sebagaimana tujuan keberangkatan
Sipiso Somalim untuk meminang putri pamannya, suatu ketika dia menyampaikan
hasrat tersebut kepada pamannya. Akan tetapi untuk sementara, pamannya menolak
dengan cara halus dengan alasan agar jangan terburu-buru dulu. Semua ini tentu
karena pamannya makin hari makin curiga terhadap Sipakpakhumal yang mengaku
sebagai Sipiso Somalim.
Rasa gelisah tetap menyelimuti hati ibu
Sipiso Somalim, di kampung halaman, lalu kemudian dia kembali mengirimkan
seekor kerbau yang bernama “Horbo Sisapang Naualu”. Ketika kerbau ini sampai
Punsahang Mataniari memanggil Sipiso Somalim untuk mengiring kerbau ini
kekandang. Akan tetapi saat dia mendekat kerbau ini mengamuk dan hampir
menanduk Sipakpakhumal. Dengan kejadian ini, Punsahang Mataniari semakin
menyadari bahwa ada yang tidak beres diantara Sipiso Somalim dan Sipakpakhumal.
Kemudian Punsahang Mataniari memanggil Sipakpakhumal untuk mengiring kerbau
tadi. Pada saat Sipakpakhumal mendekat, kerbau ini langsung mendekat seperti
bersujud.
Kedatangan kerbau ini, bagi Sipakpakhumal
mengetahui bahwa itu sengaja dikirim oleh ibunya dari kampung halaman. Sehingga
pada saat dia menggembalakan kerbau ini di sawah dia membuka tanduk kerbau ini
ternyata di dalamnya terdapat berbagai jenis alat musik dan perhiasan kerajaan
sementara kerbau ini membajak sawah, dia memainkan alat-alat musik tadi
sehingga karena merdunya segenap burung yang terbang diangkasa turut bernyanyi
ria.
Pada siang hari, datanglah putri untuk
mengantar makanan Sipakpakhumal. Setelah dekat, dia sangat terkejut mendengar
musik yang sangat merdu yang diiringi oleh nyanyi ria dari burung yang banyak
bertengger di atas dahan, ternyata yang memainkan musik ini adalah
Sipapakhumal. Lebih terkejut lagi, pada saat dia memperhatikan bahwa kerbau
tersebut membajak sawah ternyata kerbau itu tanpa digembalakan Sipakpakhumal.
Dengan rasa gugup dan ketakutan,putri
Punsahang Mataniari memberikan makanan
kepada Sipakpakhumal, karena merasa ada
yang aneh dan mencurigakan, putri
Punsahang Mataniari pamit seolah-olah pulang ke rumah akan tetapi dia
bersembunyi dibalik sebuah pohon besar untuk mengamati dari dekat tindak tanduk
Sipakpakhumal.
Sipakpakhumal merasa bahwa putri Punsahang
Mataniari sudah jauh lalu diambilnya nasi tersebut dan ditaburkannya untuk
makanan burung yang semuanya mengelilingi Sipakpakhumal. Kemudian dia merogoh
kantongnya dan mengambil sebuah benda kecil yang disebut “pungga
haomasan”.kemudian dicium dan dijilat lalu seketika itu dia kenyang sebagaimana
layaknya makan nasi. Pungga haomasan ini diberikan ibunya saat dia berangkat
dahulu dan sampai saat itu tetap berada ditangannya. Sehingga selama ini pun
Punsahang Mataniari sebenarnya juga curiga karena pengetahuannya Sipakpakhumal
tidak pernah makan tetapi tetap mengaku kenyang. Menyaksikan semua apa yang
terjadi putri Punsahang Mataniari cepat-cepat menemui dan memberitahukan apa
yang dia saksikan kepada ayahnya Punsahang Mataniari, dan ayahnya pun semakin
yakin bahwa Sipakpakhumal yang dijadikan pembantu adalah Sipiso Somalim yang
sebenarnya.
Sementara itu, Sipakpakhumal yang mengaku
Sipiso Somalim semakin mendesak pamannya agar dia dikawinkan dengan putri
pamannya. Hingga pada suatu ketika, pamannya mempertanyakan kepada putrinya
yang paling sulung agar berkenan menerima Sipakpakhumal yang mengaku sebagai
Sipiso Somalim menjadi suaminya akan tetapi dia menolak permintaan itu.
Kemudian Punsahang Mataniari menawarkan kepada anak perempuannya nomor dua dan
ternyata putrinya itu mau. Lalu malalui upacara adat mereka dikawinkan.
Putri sulung Punsahang Mataniari meminta
kepada ayahnya untuk menggelar upacara dengan membunyikan seperangkat musik dan
mengundang semua pemuda yaitu anak raja-raja yang berada disekeliling
kampungnya. Untuk menari dan dia ingin memilih salah satu dari antara mereka
untuk menjadi suaminya. Acara sudah digelar akan tetapi tak satu orangpun dari
pemuda itu berkenan di hati putri sulung Punsahang Mataniari, namun diluar
dugaan, tiba-tiba seorang pemuda menunggang kuda dan berpakaian kerajaan
tiba-tiba muncul dipesta itu, semua orang tercengang dan seketika itu pula pemuda
itu meninggalkan pesta itu.
§ Dengan kehadiran
pemuda itu, sang putri sulung mengatakan kepada ayahnya bahwa dia sangat
tertarik kepada pemuda tersebut dan meminta kepada ayahnya agar dia menyuruh
para pengawal untuk mencari asal pemuda tadi. Para pengawalnyapun mengikuti
jejak pemuda tadi dan akhirnya mereka tiba pada suatu tempat yaitu tempatnya
Sipakpakhumal untuk mengembalakan ternak tuannya. Para pengawalmya heran sebab
ada tanda-tanda bahwa Sipakpakhumal lah lelaki yang baru saja hadir di pesta
itu, karena sesaat setelah Sipakpakhumal berada di gubuknya lalu ia menukar
pakaiannya seperti semula dan pakaian kebesaran itu adalah pemberian ibunya
yang dikirimkan melalui kerbau itu dan setelah dia sampai dipondoknya, pakaian
kebesaran itupun ditanggalkan dan memakai pakaian biasa.
Para pengawal kemudian kembali dan melaporkan
kepada Punsahang Mataniari bahwa mereka telah tidak menemukan jejak pemuda itu.
Dengan hati tidak sabar, Punsahang Mataniari kemudian memangil si Piso Somalim
serta bertanya apa yang pernah terjadi antara mereka berdua. Karena Punsahang
Mataniari mengancam akan membunuh apabila dia bohong maka Si Piso Somalim
mengaku dengan terus terang apa yang telah dia lakukan terhadap Sipakpakhumal
sehingga Sipiso Somalim yang sebenarnya akhirnya dijadikan sebagai
Sipakpakhumal dan demikian juga sebaliknya.
Dengan perasaan berang sebenarnya ingin
menghukum Sipakpakhumal ini, akan tetapi karena Punsahanng Mataniari sadar
bahwa Sipakpakhumal telah terlanjur menantunya sehingga dia tidak dapat berbuat
apa-apa.Begitupun karena Sipakpakhumal menyadari kesalahannya dan merasa
hidupnya akan terancam, besok harinya pada pagi-pagi buta dia melarikan diri
beserta istrinya yang menurut cerita berangkat menuju Sumatera Timur.
Pada kedua kalinya, atas permintaan putri
Punsahang Mataniari, kembali digelar acara adat dengan membunyikan seperangkat
alat musik, dan pada saat acara berakhir tiba-tiba seorang pemuda dengan
menunggang kuda “Siapas Puli” kembali hadir setelah menari-nari sejenak
akhirnya menghilang. Baik Punsahang Mataniari maupun putri sulung menganggap
bahwa yang datang itu adalah Sipiso Somalim yang sebenarnya dan yang selama 7
tahun telah terlanjur mereka jadikan sebagai pembantu dan semua ini adalah atas
ulah dari kebohongan Sipakpakhumal yang selama ini mengaku sebagai Sipiso
Somalim.
Maka pada saat itu juga, Punsahang Mataniari
memerintahkan para pengawal untuk menjemput Sipakpakhumal dari tempatnya dan
membawanya terhadap Punsahang Mataniari. Pakpakhumal sebenarnya apa yang
terjadi dan sebelumnya dia menolak untuk menemui Punsahang Mataniari akan
tetapi setelah dibujuk akhirnya diapun mau.
Pertemuan dengan Punsahang Mataniari beserta
seluruh keluarganya sangat mengharukan. Pada saat itu akhirnya Sipakpakhumal
yang sebenarnya adalah Sipiso Somalim menceritakan semua yang terjadi sejak
diberangkatkan Ibunya 7 tahun yang lalu akhirnya mendapat malapetaka atas ulah
licik Sipakpakhumal yang sebenarnya. Pada saat itu pamannya menyampaikan maaf
yang sebenarnya atas apa yang terjadi selama 7 tahun ini.
Suasanapun berobah, suatu saat pamannya
mengutarakan bahwa mereka memiliki hasrat untuk menjadikan Sipiso Somalim
sebagai menantunya. Pada awalnya Sipiso Somalim menolak akan tetapi setelah dia
pertimbangkan masak-masak akhirnya dia terima dan pesta perkawinanpun
dilaksanakan dengan menggelar upacara adat.
Sipiso Somalim akhirnya menikah dengan putri
pamannya sesuai dengan keberangkatannya untuk menemui pamannya Punsahang Mataniari
7 tahun yang silam .Kemudian pada suatu
waktu dia beserta istrinya meninggalkan Rura Silindung dan kembali menemui
Ibunya di kampung halamannya yaitu Kampung Uluan.
Komentar
Posting Komentar